Tren Kenaikan Klaim Asuransi Kredit Diproyeksi Berlanjut

Bisnis.com,29 Okt 2020, 16:25 WIB
Penulis: Wibi Pangestu Pratama
Karyawan beraktifitas di dekat deretan logo-logo perusahaan asuransi di Kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Jakarta, Selasa (22/9/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menilai bahwa tren peningkatan klaim asuransi kredit sejak 2019 berpotensi terus berlanjut. Perpanjangan masa restrukturisasi kredit hingga 2022 pun perlu diantisipasi oleh industri asuransi umum.

Direktur Eksekutif AAUI Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe menjelaskan bahwa pihaknya mulai melihat lonjakan klaim asuransi kredit yang signifikan pada penghujung 2019, tetapi masih disertai oleh peningkatan premi. Lini bisnis tersebut mengalami perkembangan dalam dua tahun terakhir.

AAUI mencatat bahwa pada 2019 premi asuransi kredit mencapai Rp14,64 triliun atau naik 86,2 persen (year-on-year/yoy) dari 2018 senilai Rp7,86 triliun. Namun, pertumbuhan pesat itu pun sejalan dengan kenaikan klaimnya pada 2019, yakni Rp9,87 triliun atau melonjak 88,9 persen (yoy) dari 2018 senilai Rp5,22 triliun.

Menurut Dody, kenaikan klaim itu terus berlanjut pada kuartal I/2020, lalu pada semester I/2020 kembali terjadi kenaikan klaim tetapi preminya justru menurun. Trennya belum terlihat pada kuartal III/2020 karena pengolahan data dari seluruh anggota AAUI belum rampung.

Pada semester I/2020, AAUI mencatat jumlah premi asuransi kredit senilai Rp5,7 triliun, turun 6,1 persen (yoy) dibandingkan dengan semester I/2019 senilai Rp6,16 triliun. Pada semester I/2020, klaim yang dibayarkan senilai Rp4,09 triliun naik 16,3 persen (yoy) dari posisi semester I/2019 senilai Rp3,52 triliun.

"Kekhawatiran kami muncul dari data bahwa pada kuartal I/2020 dan kuartal II/2020, meski premi asuransi kredit turun tapi klaimnya naik, kenaikan klaim itu terlihat dari akhir 2019. Makanya kemudian kami mengimbau kepada semua penerbit asuransi kredit untuk melakukan mitigasi risiko yang baik," ujar Dody pada Selasa (27/10/2020).

Dia menilai bahwa selain mitigasi risiko, perusahaan-perusahaan penerbit asuransi kredit pun harus melakukan asesmen risiko dengan baik. Bahkan, menurutnya, jika perlu perusahaan asuransi perlu melakukan komunikasi dengan perbankan terkait cakupan proteksi asuransi kredit.

"Perbankan agar jangan semua dilempar ke asuransi, selama non-performing loan [NPL], silakan di-cover asuransi. Sekarang atas permintaan perbankan, semua NPL dijamin," ujarnya dalam webinar Strategi Sektor Keuangan Non Bank Dalam Dorong Pertumbuhan Ekonomi melalui Teknologi yang digelar Bisnis.

Menurutnya, risiko asuransi kredit itu telah menjadi perhatian sejumlah pimpinan perusahaan asuransi umum dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam pertemuan ketiga pihak beberapa waktu lalu, mereka menyepakati perlunya langkah khusus terhadap risiko lonjakan klaim asuransi kredit.

Selain itu, otoritas pun menjelaskan kepada perusahaan-perusahaan asuransi umum terkait adanya perpanjangan masa restrukturisasi kredit hingga 2022. Menurut Dody, kebijakan itu akan memengaruhi lini bisnis asuransi umum, baik dari sisi premi maupun klaim.

AAUI menilai bahwa perpanjangan masa restrukturisasi itu hanya akan menunda pembayaran klaim oleh industri, tetapi di sisi lain dapat memperpanjang nafas perusahaan asuransi umum selama pandemi. Industri pun dinilai harus memperkuat dirinya hingga akhir periode restrukturisasi.

"Kalau tidak diperpanjang relaksasi [kredit] itu, klaim terjadi saat berakhirnya masa relaksasi [Maret 2021], ketika debitur tidak ada dana untuk membayar kredit," ujar Dody.

Asuransi kredit tercatat sebagai lini bisnis dengan pangsa pasar terbesar ketiga di industri asuransi umum, yakni 15,4 persen dari total premi industri semester I/2020 senilai Rp37,6 triliun. Lini tersebut berada di bawah asuransi kendaraan bermotor (23,3 persen) dan properti (21,4 persen).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini