Bisnis.com, JAKARTA -- Penempatan dana perbankan pada surat berharga masih cukup signifikan pada kuartal ketiga tahun ini. Meski banyak pihak memprediksi tren sampai akhir tahun akan tetap sama, tetapi perbankan optimistis surat berharga tersebut akan mulai beralih ke penyaluran kredit.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penempatan dana bank umum pada surat berharga per Agustus 2020 tercatat Rp1.344,75 triliun, naik dari periode sama tahun lalu Rp1.054,18 triliun.
Menariknya, peningkatan ini juga terjadi pada bank-bank pelat merah yang mendapat penempatan dana dari pemerintah. Penempatan dana ke surat berharga bank persero tercatat naik secara tahunan dari Rp395,55 triliun menjadi Rp559,56 triliun.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah mengatakan penempatan pada surat berharga merupakan hal yang tak terhindarkan bagi pelaku industri perbankan.
Di tengah permintaan kredit yang sangat minim, surat berharga, khususnya surat utang pemerintah masih mampu memberi margin yang cukup bagi perbankan yang tetap perlu membayar bunga dana.
"Sampai akhir tahun, trennya akan sama. Selama permintaan kredit lesu karena pandemi, surat berharga masih akan relevan bagi perbankan," katanya, Sabtu (31/10/2020).
Dia mengatakan tren penempatan dana pada bank-bank milik pun juga bukan berarti pelanggaran. Kewajiban penyaluran kredit dari penempatan dana pemerintah masih mampu dilakukan beriringan dengan penempatan pada surat berharga.
Terlebih bank-bank milik pemerintah mendapat keuntungan dari tren flight to quality dana masyarakat yang mengerek dana pihak ketiganya.
"Lagi pula, pemerintah sendiri akan sangat kesulitan jika dana masyarakat di bank pelat merah juga dilarang ditempatan pada surat berharga. Permintaan surat berharga yang turun justru mendorong pemerintah mengeluarkan surat utang dengan margin yang lebih tinggi sehingga merugikan anggaran negara," katanya.
Senior Faculty LPPI Moch Amin Nurdin pun berpendapat serupa. Dia menyebutkan perbankan akan cenderung menghindari penyaluran kredit di masa-masa genting ini.
Jika penempatan surat berharga dibatasi sedangkan penyaluran kredit dipaksakan, ini justru membuat banyak beban yang lebih berat bagi perbankan.
Menurutnya, hal utama yang perlu dilakukan saat ini adalah optimalisasi belanja penerintah yang terhimpun dari penerbitan surat utang yang besar tersebut.
Jika belanja optimal dan mampu membuat multiplier efek terhadap ekonomi, surat berharga tersebut dapat turun secara natural dan mendoring kredit.
"Optimalisasi belanja pada akhir tahun yang perlu ditingkatkan, bank akan mengikuti," sebutnya.
Lagi pula, dia menyebutkan bank juga mempunyai kewajiban untuk mempertahankan marginnya di tengah pandemi.
Restrukturisasi kredit yang signifikan tak hanya menghambat arus kas masuk, tetapi juga margin bunga dan terkereknya beban pencadangan. "Setidaknya retur-nya aman dan cukup bagi perbankan di tengah pandemi ini," senutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel