Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menilai bahwa wacana pembatasan penjualan unit-linked bukan langkah yang tepat. Regulator dan industri pertama-tama perlu memetakan masalah dari penjualan produk tersebut, alih-alih membatasi pembelinya.
Menurut Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu, pembatasan penjualan produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit-linked sulit untuk dilakukan. Belum adanya kriteria yang tepat untuk upaya pembatasan membuat wacana itu perlu dibahas secara mendalam.
Togar menilai bahwa sebaiknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama-sama dengan industri asuransi memetakan faktor-faktor penyebab terjadinya dispute dari penjualan unit-linked. Seperti diketahui, risiko pengurangan nilai manfaat kerap menjadi masalah dan menimbulkan preseden buruk bagi industri.
"Karena penyebabnya [dispute] macam-macam, bisa dari tenaga penjualnya yang salah atau berlebihan saat menawarkannya [unit-linked], bisa juga calon nasabahnya yang tidak baca secara detil isi polis, dan lain-lain. Sebaiknya dilihat dulu secara objektif penyebab dari permasalahan yang muncul," ujar Togar kepada Bisnis, Selasa (3/11/2020).
AAJI menyatakan bahwa selama ini belum pernah terdapat pembatasan penjualan dari produk asuransi apapun, sehingga tidak ada tolok ukur bagaimana jika pembatasan penjualan unit-linked diberlakukan.
Menurut Togar, pihaknya mendapatkan undangan dari otoritas untuk membahas penyusunan regulasi terkait unit-linked pada pekan ini. Dia tidak menyatakan apa saja yang akan dibahas, tetapi terdapat kemungkinan isu pembatasan tersebut akan disampaikan OJK.
"Belum tahu juga [bagaimana pengaruh jika terdapat pembatasan penjualan unit-linked], karena kan pembatasannya seperti apa juga belum jelas," ujarnya.
Dia menilai bahwa banyak masyarakat yang tidak memahami bahwa pembayaran premi produk unit-linked itu sepanjang kontrak atau seumur hidup. Lalu, ilsutrasi perkembangan investasi pun kerap dinilai sebagai janji imbal hasil oleh pemegang polis sehingga saat tidak terpenuhi menimbulkan masalah.
"Padahal itu kan cuma perkiraan, bisa terjadi, bisa tidak, bisa tumbuh, bisa berkurang. Pemegang polis juga kerap tidak paham bahwa investasi dalam unit-linked itu merupakan risiko yang ditanggungnya, bukan risiko dari perusahaan asuransi jiwa," ujar Togar.
Togar mengakui bahwa banyak agen yang kerap tidak menjelaskan produk dengan lengkap atau menyederhanakan penawaranya, misalnya pemegang polis cukup membayar premi dalam beberapa tahun dan tidak harus seumur hidup. Pernyataan tersebut ada benarnya tetapi tidak lengkap.
Menurutnya, kondisi tersebut bisa terjadi jika unit investasi bertumbuh dan mampu menutupi biaya premi selanjutnya. Oleh karena itu, pemahaman terkait produk menjadi sangat penting bagi pemegang polis dan harus didukung oleh penjelasan agen.
"Unit-linked menyatakan diri sebagai produk yang transparan, jadi ada baiknya perusahaan dan tenaga pemasar menawarkan produk secara transparan," ujar Togar.
Penyusunan Surat Edaran OJK (SEOJK) terkait unit-linked disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Riswinandi dalam konferensi pers Perkembangan Sektor Jasa Keuangan, Senin (2/11/2020).
Menurutnya, pembatasan penjualan unit-linked menjadi salah satu poin yang menjadi pembahasan antara otoritas dengan pihak-pihak terkait lainnya karena produk tersebut memiliki aspek investasi. Hal tersebut kerap belum dipahami oleh masyarakat.
"Juga yang lebih penting bahwa ada usul yang masih perlu dilakukan diskusi yang berulang, bahwa kami akan membatasi siapa yang bisa membeli asuransi PAYDI ini, karena kaitannya dengan investasi, sedangkan asuransi itu kan lebih besar ke proteksi seharusnya," ujar Riswinandi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel