Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menetapkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan atau JKP dapat menggunakan sumber dana operasional Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Ketenagakerjaan. Hal tersebut dikhawatirkan dapat mengurangi manfaat yang diterima peserta.
Undang-Undang 11/2020 tentang Cipta Kerja mengatur bahwa program JKP dapat menggunakan tiga sumber dana, yakni modal awal pemerintah yang ditetapkan paling sedikit Rp6 triliun, rekomposisi iuran program jaminan sosial lainnya, dan/atau dana operasional BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menjelaskan bahwa dana operasional BP Jamsostek tersebut diambil dari iuran peserta dan hasil investasi dana jaminan sosial. Adanya alokasi untuk program JKP berpotensi membuat potongan dana iuran dan hasil investasi itu meningkat.
Menurut Timboel, jika potongan terhadap hasil investasi yang saat ini sebesar 4,5% meningkat, maka manfaat yang diperoleh peserta pun berpotensi berkurang. Hal tersebut dapat terjadi karena manfaat peserta, khususnya di program Jaminan Hari Tua (JHT) sangat bergantung kepada jumlah hasil investasi.
"Oleh karena itu kami kurang setuju kalau sumber pembiayaan JKP dari dana operasional [BP Jamsostek], artinya iuran ini sebenarnya kan digunakan untuk mengembangkan dana ini," ujar Timboel kepada Bisnis, Rabu (4/11/2020).
Dia menilai bahwa semestinya program JKP memiliki sumber pendapatan sendiri, dengan susunan manfaat dan pengelolaan dana tersendiri. Skema yang diatur dalam UU Cipta Kerja itu menurutnya bukan hanya berpotensi mengurangi manfaat peserta, tetapi juga membuat adanya subsidi dana antar program.
"Jadinya peserta mengorbankan hak atas JHT-nya untuk membiayai JKP, padahal konteksnya JKP itu pesangon yang dialihkan dari pemberi kerja. Oke [pengalihan] ini diambil alih oleh pemerintah, harusnya dari anggaran pendapatan dan belanja negara [APBN], jangan memotong hak peserta," ujarnya.
Timboel menjelaskan bahwa jika mengacu kepada substansi program JKP, maka terdapat dua pihak yang semestinya menanggung iuran program tersebut, yakni pemerintah atau pemberi kerja. Jika sumber dana JKP akan berasal dari pemerintah, maka perlu terdapat alokasi APBN seperti bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) di BPJS Kesehatan.
Iuran itu pun dapat ditanggung oleh pemberi kerja karena hakikatnya adalah memindahkan sebagian kewajiban pembayaran pesangon kepada BP Jamsostek. Pada dasarnya, menurut Timboel, tidak boleh ada sedikitpun iuran yang dibebankan dan manfaat yang dikurangi dari pekerja.
Presiden Joko Widodo menetapkan program JKP sebagai bagian dari UU Cipta Kerja yang disahkan dan diundangkan pada Senin (2/11/2020). Beleid itu mengubah mengubah sejumlah aturan dalam UU 24/2011 tentang BPJS, yang salah satunya mengenai modal awal bagi pelaksanaan jaminan sosial.
UU Cipta Kerja pun membuat BP Jamsostek harus menyelenggarakan lima program, yakni JHT, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Pensiun (JP), Jaminan Kematian (JKm), dan yang terbaru JKP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel