Kontroversi Hakim Putra, Pemilik Bank Harda yang Dibeli Chairul Tanjung

Bisnis.com,04 Nov 2020, 12:29 WIB
Penulis: Ni Putu Eka Wiratmini
Kantor Bank Harda Internasional/bankbhi.co.id

Bisnis.com, JAKARTA - PT Hakim Putra Perkasa (HPP) memang telah menyetujui penjualan kepemilikannya di PT Bank Harda Internasional Tbk. (BBHI) dengan melepas 3,08 miliar saham atau 73,71% dari seluruh saham yang ditempatkan dan disetor penuh dalam perseroan ke PT Mega Corpora, perusahaan milik Chairul Tanjung.

Nama PT HPP yang saat ini dimotori oleh Jefry Hakim sempat menghebohkan industri perbankan karena tersandung temuan Otoritas Jasa Keuangan yang menjual produk ilegal non-bank berupa forward trade confirmation (FTC). Produk tersebut dipasarkan melalui pegawai Bank Harda tanpa sepengetahuan manajemen dengan langsung diinstruksikan oleh PT HPP.

FTC adalah perjanjian jual beli saham Bank Harda melalui PT Hakim Putra Perkasa (HPP) yang merupakan pemegang saham pengendali bank tersebut. Penjualan FTC yang dilakukan oknum bank tersebut termasuk ilegal karena bukan merupakan produk bank.

Berita penjualan produk FTC ini mencuat pada Agustus 2020 lalu. Bisnis pun sempat melakukan penelusuran ke sejumlah sumber untuk memastikan kebenaran produk tersebut.

Dari penelusuran tersebut, sumber Bisnis mengungkapkan bahwa PT HPP tidak hanya menjajakan produk FTC melalui Bank Harda. Namun, ada sejumlah tawaran investasi yang disalurkan oknum pegawai dengan tidak hanya menanamkan dananya berupa kepemilikan saham di Bank Harda. PT HPP lewat oknum pegawai juga menawarkan investasi di sejumlah anak usahanya yang lain. 

Ya, PT HPP tidak hanya memiliki satu perusahaan jasa keuangan. Berdasarkan penelusuran Bisnis, selain memiliki Bank Harda, bisnis keluarga Hakim juga menggurita di berbagai sektor, seperti kepemilikan di dua BPR, perusahaan pabrikan dan distributor sepeda motor, pertambangan kaolin dan pasir, hingga perusahaan perantara perdagangan efek dan perusahaan investasi.

Pabrikan dan distributor sepeda motor tersebut yakni PT Asean Motor International (AMI) yang merupakan Main Dealer Nasional Sepeda Motor Merk APPKTM oleh PT Asia Putra Perkasa.

PT Asia Putra Perkasa merupakan satu anak perusahaan holding group di bawah PT Hakim Putra Perkasa (HPP). Rachman Hakim, pemegang saham pengendali BBHI, merupakan nama di balik pendirian PT Asean Motor International.

Rachman Hakim, saat menjabat sebagai Komisaris PT Bank Harda Internasional Tbk. Sumber: Tangkapan layar Laporan Keuangan Tahunan BBHI 2013.

Di perusahaan tambang, HPP memiliki PT Alter Abadi, Tbk. yang memproduksi kaolin dan memasok beberapa bahan kimia dan mineral lain seperti ball clay untuk porselen, pasir untuk pekerjaan sipil dan juga untuk pembuatan kaca. PT. Alter Abadi Tbk. didirikan pada 1979 oleh Rahman Hakim sebagai Direktur Utama.

Di bidang perusahaan pembiayaan dan perusahaan investasi, HPP memiliki PT Varia Intra Finance dan PT Varia Interperkasa. Sedangkan di bidang perantara perdagangan efek, ada nama PT Varia Inti Sekuritas yang kepemilikan sahamnya dipegang oleh Rachman Hakim dan anak-anaknya. 

Kontroversi Produk Ilegal

Sumber Bisnis mengatakan bahwa PT HPP juga pernah menjual produk ilegal non-bank selain FTC berupa investasi kepemilikan di perusahaan di bawah PT HPP lainnya.

Kepada Bisnis, PT Bank Harda Internasional Tbk. membenarkan adanya temuan dari Otoritas Jasa Keuangan mengenai penjualan produk non-bank yang dilakukan pegawai perseroan. Namun, penjualan produk ilegal yang diakui hanyalah FTC.

Direktur Kepatuhan Bank Harda Harry Abbas mengatakan penjualan produk forward trade confirmation (FTC) yang dipasarkan ke nasabah Bank Harda dilakukan oleh oknum bank yang tidak berintegritas. Temuan itu pun diakuinya dilakukan setelah OJK melakukan pemeriksaan.

Selama ini, lanjutnya, audit internal yang dilakukan perseroan tidak pernah menemukan adanya transaksi penjualan produk non-bank yakni FTC tersebut. Bank Harda menilai temuan OJK ini merupakan salah satu perbaikan yang harus dilakukan manajemen.

Apalagi, disinyalir, penjualan produk tersebut sama sekali tidak menguntungkan Bank Harda. Melainkan, dana nasabah dari penjualan produk tersebut langsung masuk kantong pribadi PT HPP.

"Itu oknum yag melakukan, mereka kerja di dua tempat. Kita baru tahu dari OJK, audit internal kami tidak mendeteksinya, ini salah satu yang kita harus perbaiki," katanya.

Lebih lanjut, Harry memastikan penjualan produk tersebut saat ini sudah melandai. Produk dijualkan sejak 2015 dan berhasil menghimpun dana Rp150 miliar dari nasabah. Saat ini, dana nasabah Bank Harda yang melakukan pembelian produk tersebut hanya senilai Rp30 miliar.

Harry menampik dana nasabah dari pembelian produk tersebut tidak mencapai triliunan. Bahkan, informasi mengenai nasabah yang menempatkan dana senilai Rp800 miliar untuk membeli produk FTC tersebut dinilai tidak benar adanya.

"Jadi kalau kita lihat coverage audit OJK, dari 2017 sampai 2019, ada Rp32 miliar. Dulu Rp150 miliar waktu IPO, sudah banyak yang lunas, sudah tidak diperpanjang lagi, sudah semakin menurun," sebutnya.

Bisnis beberapa kali menghubungi Direktur Utama PT Hakim Putra Perkasa Jefry Hakim terkait penjualan produk FTC tersebut maupun penjualan saham ke PT Mega Corporation. Namun, hingga berita ini ditayangkan, Jefry tidak kunjung memberikan respon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ropesta Sitorus
Terkini