Bisnis.com, JAKARTA – Pemindahan rekening kas umum daerah (RKUD) Banten dari PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk. telah memicu penarikan dana nasabah yang kemudian menghambat penyehatan perusahaan.
Eko Listiyanto, Ekonom Indef, mengatakan bahwa langkah yang dilakukan Pemerintah Banten memindahkan RKUDnya dapat mencoreng citra Bank Banten. Alasannya, aksi tersebut memunculkan pertanyaan mengapa pemegang saham pengendali tidak mempercayai perusahaan berkode emiten BEKS itu.
“Dampaknya bisa banyak, dan bisa rush [penarikan dana nasabah] juga. Maka problemnya di situ,” katanya.
Eko menilai, sebaiknya Pemerintah Banten segera mengambil langkah untuk meningkatkan permodalan dan likuiditas Bank Banten. Dengan begitu, nasabah akan tetap merasa nyaman untuk menempatkan dananya di Bank Banten dan tidak muncul isu lain terkait kepercayaan nasabah.
Menurutnya, Pemerintah Banten harus menunjukkan keberpihakan yang nyata, seperti menempatkan RKUD di bank miliknya sendiri. “Secara politik, sebetulnya seharusnya [RKUD] jangan ditempatkan di bank lain,” ucapnya.
Seperti diketahui, RKUD selama ini menjadi penyokong utama yang memastikan Bank Pembangunan Daerah (BPD) berjalan dengan baik. Apalagi bank daerah memiliki captive market dengan ekosistem tersendiri sebagai bagian yang tak terpisahkan antara BPD dan komponen pemerintahan daerah.
Pemerintah Banten sendiri sebenarnya telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 1/2020 yang mencakup upaya penyelamatan, penyehatan dan pengembangan Bank Banten melalui PT Banten Global Development.
Beleid tersebut mengatur Pemerintah Banten akan menambah permodalan Bank Banten sebesar Rp1,51 triliun melalui PT Banten Global Development. Pemerintah Banten akan memindahbukukan uang daerah ke rekening PT Banten Global Development untuk penyelamatan, penyehatan dan pengembangan usaha Bank Banten.
Setelah itu, PT Banten Global Development sebagai pemegang saham pengendali wajib menyampaikan rencana permodalannya.
Sebenarnya, Pemerintah Banten sebagai Pemegang Saham Pengendali Terakhir (PSPT) memiliki kewajiban mengendalikan keputusan-keputusan strategis bank dan mengedepankan tindakan yang terbaik untuk menjaga kelangsungan usaha bank sesuai UU nomor 9/2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.
Keberpihakan Pemerintah Banten juga sebenarnya dapat ditunjukkan dengan benar-benar merealisasikan penambahan modal kepada Bank Banten.
Selama ini penganggaran untuk penguatan permodalan Bank Banten telah beberapa kali dilaksanakan semenjak proses akuisisi, namun anggaran tersebut tidak pernah direalisasikan dan menyisakan SILPA yang tidak sedikit. Hal itu kemudian membuat posisi Bank Banten menjadi berbeda dengan BPD lainya.
Penguatan permodalan bank memegang peranan penting dalam merealisasikan seluruh rencana bisnisnya. Beberapa alternatif penguatan modal bank yang dapat dilakukan harus dioptimalkan untuk penguatan modal yang tidak menimbulkan beban bunga (non-interest bearing), yaitu melalui peningkatan setoran modal dari para pemegang saham sesuai mekanisme dan regulasi yang berlaku.
Dalam aspek tersebut, pemegang saham pengendali terakhir memiliki posisi yang berbeda dari para pemegang saham publik.
Adapun persoalan likuiditas sebenarnya tidak hanya dirasakan oleh Bank Banten, tetapi juga bank lain karena pandemi Covid-19 yang menekan sektor perbankan menyebabkan turunnya ketersediaan likuiditas akibat dari sejumlah kebijakan untuk meringankan dampak pandemi kepada para nasabah pinjaman.
Bahkan, Himpunan Bank Negara (Himbara) sempat menyatakan membutuhkan dukungan penempatan dana baru dari pemerintah untuk menjaga likuiditasnya pada rapat virtual dengan Komisi VI DPR pada 30 April 2020.
Manajemen Bank Banten sendiri terus berupaya memperbaiki kinerja perusahaan dengan keterbatasan modal yang dimilikinya. Dalam rentang 2017—2019 telah berhasil menekan kerugian menjadi Rp313 miliar dari yang sebelumnya Rp736 miliar pada rentang 2015—2016.
Pada kuartal I/2020 juga perusahaan mampu menekan kerugian bersih sebesar Rp23,9 miliar, turun 42,9% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp55,8 miliar. Perbaikan kinerja itu ditopang oleh perbaikan fundamental terhadap komposisi pendapatan dan beban bunga.
Pendapatan bunga bersih pada kuartal I/2020 pun melesat 288,9% menjadi Rp13,7 miliar dari sebelumnya Rp5,5 miliar pada kuartal I/2019.
Kemudian, perusahaan juga mampu melakukan efisiensi dan berhasil menekan beban operasional pada kuartal I/2020 yang senilai Rp65,4 miliar, atau turun 24,6% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp86,7 miliar.
Sayangnya, setelah perbaikan kinerja yang ditunjukan oleh Bank Banten, Pemerintah Banten justru menarik RKUDnya dari BPD itu di saat perusahaan membutuhkan dukungan. Langkah strategis untuk memenuhi kewajiban sebagai pemegang saham mutlak diperlukan agar kerugian dan upaya penyelamatan menjadi lebih sulit direalisasikan. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel