Bisnis.com, JAKARTA — Sekitar dua tahun PT Asuransi Jiwasraya (Persero) bertahan dengan uang Rp2,1 triliun untuk menjaga operasional dan menanggung klaim para pensiunan, tanpa mampu membayar klaim jumbo dari polis saving plan.
Dapat dikatakan bahwa kondisi keuangan Jiwasraya sudah sangat kritis sebagai perusahaan asuransi jiwa, terlebih perseroan itu berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Per 30 September 2020, liabilitas perseroan mencapai Rp54,5 triliun sedangkan jumlah aset hanya Rp16,0 triliun, hampir satu per tiganya.
Kondisi keuangan Jiwasraya terus mencatatkan penurunan seiring menumpuknya utang klaim, yang mencapai puncaknya pada Oktober 2018 saat perseroan mengumumkan gagal bayar polis saving plan dan tradisional. Namun, ternyata Jiwasraya masih rutin membayarkan klaim salah satu polis sejak pengumuman itu, sampai saat ini.
Direktur Keuangan Jiwasraya Farid Azhar Nasution menjelaskan bahwa pihaknya masih rutin membayar klaim bagi para pensiunan, pemegang polis anuitas. Catatan pembayaran klaim pun masih tercantum dalam laporan keuangan 2019 Jiwasraya audited senilai Rp14,8 triliun, dengan pembayaran klaim secara arus kas (cashflow) senilai Rp6,24 triliun.
Di tengah tekanan finansial, posisi aset yang terus menurun, catatan risk based capital yang negatif 1.866%, dan utang klaim saving plan yang kian menggunung, bagaimana bisa Jiwasraya membayar klaim pensiunan? Perseroan ternyata melepaskan salah satu aset bangunan paling berharganya, pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan, Cilandak Town Square atau Citos.
"Kami masih membayarkan klaim Rp470 miliar pada akhir Maret 2020 untuk polis tradisional, dan selama 2020 masih membayarkan [klaim] untuk nasabah pensiunan. Sumber dana untuk [pembayaran klaim] Maret 2020 berasal dari penjualan Citos, begitu pula untuk anuitas," ujar Farid kepada Bisnis, Jumat (6/11/2020).
Farid menjabarkan bahwa saat Jiwasraya mengumumkan gagal bayar pada Oktober 2018, sudah terdapat pembayaran uang muka (down payment) senilai Rp1,4 triliun. Uang itulah yang digunakan oleh Jiwasraya untuk bertahan, menjaga operasional, dan membayarkan klaim para pensiunan.
Siapa yang membeli Citos dari Jiwasraya? Ialah Konsorsium BUMN Karya, yang di antaranya terdiri dari PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. atau WIKA, PT Adhi Karya Tbk. atau ADHI, dan PT Waskita Karya (Persero) atau WSKT. Selain perusahaan karya, dalam konsorsium itu terdapat pula PT Bahana Pembina Usaha Indonesia (persero) atau BPUI, yang kini bernama Indonesia Financial Group (IFG).
Sebelumnya, Direktur Utama IFG Robertus Bilitera mengonfirmasi bahwa pihaknya ikut serta bersama Konsorsium BUMN Karya dalam membeli Citos dari Jiwasraya. Hal tersebut dilakukan IFG, yang saat itu baru memperoleh landasan hukum sebagai induk holding asuransi dan penjaminan melalui Peraturan Pemerintah (PP) 20/2020 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara ke dalam Modal Saham PT BPUI.
"Benar, kami membeli mal tersebut bersama-sama anggota komsorsium BUMN lainnya," ujar Robertus kepada Bisnis, Minggu (29/3/2020).
Setelah bertahan dengan uang muka selama 16 bulan, pada Maret 2020 Jiwasraya kembali menerima uang pembayaran Citos senilai Rp700 miliar. Artinya, hingga saat ini perseroan bertahan di antaranya dengan uang hasil penjualan pusat perbelanjaan itu senilai Rp2,1 triliun.
Menurut Farid, Citos dibanderol harga Rp2,2 triliun, sesuai dengan proyeksi Kementerian BUMN bahwa aset itu bisa terjual sekitar Rp2-3 triliun. Masuknya dana senilai Rp2,1 triliun membuat transaksi pembelian Citos belum selesai, hingga saat ini pun Bisnis belum mendapatkan informasi adanya perpindahan kepemilikan dari pusat perbelanjaan itu.
"Rp100 miliar lagi akan dibayarkan pada 2022," ujar Farid.
Kondisi keuangan Jiwasraya kini semakin sulit karena total utang klaim yang terus membengkak. Sebelumnya Jiwasraya memberikan informasi melalui press release bahwa utang klaim jatuh tempo per September 2020 mencapai Rp19,1 triliun, tetapi Farid memberikan rincian data kepada Bisnis bahwa jumlah klaim ternyata lebih besar.
Hingga September 2020, Jiwasraya mencatatkan total utang klaim senilai Rp19,38 triliun. Jumlah tersebut terdriri dari utang bancassurance atau polis saving plan senilai Rp16,76 triliun, utang ke nasabah ritel senilai Rp1,21 triliun, dan utang ke nasabah korporasi senilai Rp1,4 triliun.
Bisnis mencatat bahwa pada 31 Juli 2020, Jiwasraya memiliki utang klaim senilai Rp18,7 triliun, dengan 90 persen atau Rp16,5 triliun di antaranya berasal dari utang klaim saving plan dan Rp1,1 triliun sisanya merupakan utang klaim tradisional.
Artinya, dalam dua bulan Jiwasraya mengalami kenaikan utang sekitar Rp600 miliar. Kenaikan utang itu tidak mampu diimbangi oleh pendapatan perseroan, yang bergantung kepada premi nasabah eksisting dan penjualan produk baru unit-linked, sehingga ekuitas Jiwasraya menjadi negatif Rp38,5 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel