Investasi Lampu Terhambat Masalah SNI

Bisnis.com,10 Nov 2020, 07:00 WIB
Penulis: Andi M. Arief
Suasana Stadion Utama Gelora Bung Karno yang dihiasi lampu warna warni di Jakarta, Selasa (13/2/2018) malam./ANTARA-Widodo S Jusuf

Bisnis.com, JAKARTA — Industri perlampuan saat ini membutuhkan investasi pabrikan dari China mengingat kebutuhan lampu saat ini 80 persen dipenuhi dari impor dan hanya 20 persen yang mampu dipenuhi produsen lokal.

Ketua Umum Asosiasi Perlampuan Indonesia (Aperlindo) Jhon Manoppo mengatakan secara historis Indonesia pernah berjaya dalam memproduksi lampu hingga diekspor ke Amerika Serikat. Namun, itu sudah lama sekali atau sekitar 10-15 tahun lalu di masa kejayaan lampu jenis bohlam.

Pada masa itu juga, produksi China masih sangat kecil tetapi berhasil berubah menjadi raksasa pada masa kini.

"Jadi yang saya harapkan pabrik China investasi ke sini karena ada dua pasarnya dalam negeri dan luar negeri. Namun, mereka belum berani karena belum ada SNI wajib LED," katanya kepada Bisnis, Senin (9/11/2020).

Jhon mengemukakan selain memenuhi 80 persen kebutuhan domestik, pabrikan China juga berhasil memproduksi 80 persen lampu di dunia. Jadi, dalam perlampuan menurut Jhon China berhasil menguasai.

Adapun pasar dalam negeri Indonesia cukup besar, di mana sekarang elektrifikasi sudah 99,35 persen, dengan pelanggan PLN ada 70 juta. Alhasil, jika rerata setiap rumah memakai delapan lampu maka lampu terpakai di Indonesia sekitar 560 juta saat ini.

Untuk itu, menarik investasi China agar membangun pabrikan di Indonesia tentu menjadi langkah startegis yang akan menguntungkan.

Adapun, sebelumnya Jhon mengemukakan ada peningkatan permintaan sekitar 15-20 persen selama pandemi dari bulan biasa. Adapun, seluruh peningkatan permintaan tersebut dinikmati oleh pabrikan lampu light emmiting diode (LED).

"Karena lifetime- nya lebih panjang dari LHE (Lampu Hemat Energi). Saat ini pangsa pasar lampu LED [meningkat menjadi] 65 persen di rumah tangga nasional," katanya.

John menyatakan kenaikan permintaan tersebut yang membuat utilisasi pabrikan stabil di kisaran 60-70 persen selama pandemi. Selain itu, belum ada pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri perlampuan nasional.

Namun, produktivitas per pabrikan jatuh karena dibatasi akibat pandemi Covid-19. Menurutnya, saat ini rata-rata produktivitas pabrikan turun sekitar 30-40 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fatkhul Maskur
Terkini