Pajak Rokok Bakal Danai BPJS Kesehatan Rp6,3 Triliun, Realisasinya Diragukan

Bisnis.com,11 Nov 2020, 16:00 WIB
Penulis: Wibi Pangestu Pratama
Karyawan beraktivitas di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Jakarta, Rabu (13/5/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan) diproyeksikan memperoleh dana Rp6,38 triliun pada 2021, sebagai pendapatan dari alokasi pajak rokok. Namun, sejauh ini, penerimaan dari pajak rokok belum terealisasi dengan baik dan perlu evaluasi.

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan No.KEP - 59/PK/2020 tentang Proporsi dan Estimasi Pajak Rokok di Masing-Masing Provinsi Tahun Anggaran 2021, pemerintah memperkirakan penerimaan pajak rokok tahun depan sebanyak Rp17,03 triliun. Jumlahnya meningkat dari proyeksi pendapatan 2020 sebesar Rp16,96 triliun.

Pemerintah memiliki kewajiban untuk mengalokasikan sebagian pajak itu ke program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), seperti tercantum dalam Pasal 100 Peraturan Presiden (Perpres) 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan. Sebanyak 75 persen dari 50 persen penerimaan pajak rokok harus dialokasikan untuk JKN, artinya terdapat Rp6,38 triliun yang harus dialokasikan pada 2021.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai bahwa BPJS Kesehatan selaku penyelenggara JKN punya pekerjaan rumah yang besar untuk memastikan pendapatan dari pajak rokok itu. Hal itu dia sampaikan karena dalam laporan keuangan 2019 BPJS Kesehatan tidak terdapat catatan pendapatan dari alokasi pajak rokok.

"Kami pun sampai sekarang belum mendapatkan penjelasan kenapa di [laporan keuangan] bagian pajak rokok itu tanda strip [tidak terdapat nilai pendapatan]. Tanda strip kan berarti kewajiban membayar pendapatan pajak rokok tidak dibayarkan kepada BPJS Kesehatan," ujar Timboel kepada Bisnis, Rabu (11/11/2020).

Dia menyayangkan hal tersebut, karena alokasi pajak rokok dapat menjadi pendapatan yang cukup besar bagi BPJS Kesehatan dan membantu penyelesaian defisit. Masuknya dana itu pun dapat mengurangi beban anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), yang selama ini menjadi tumpuan dalam penyelesaian defisit BPJS Kesehatan.

Bisnis memeriksa laporan keuangan 2019 BPJS Kesehatan dan apa yang disampaikan oleh Timboel memang benar. Terdapat tanda strip dalam akun Pendapatan Pajak Rokok per 31 Desember 2019, yang tertulis di bagian Laporan Aktivitas Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan.

Pemerintah memperkirakan pendapatan pajak rokok pada 2019 senilai Rp15,56 triliun. Dengan formula perhitungan dalam Perpres 82/2018, maka 50 persen dari pajak rokok itu sebesar Rp7,78 triliun, artinya alokasi untuk JKN merupakan 75 persen dari jumlah tersebut atau Rp5,83 triliun.

BPJS Kesehatan menanggung defisit Rp15,5 triliun pada 2019 dan dibawa ke tahun anggaran 2020. Menurut Timboel, jika pada tahun lalu BPJS Kesehatan berhasil mengumpulkan alokasi pajak rokok setidaknya Rp2 triliun, maka tanggungan defisit bisa cukup berkurang dan tidak menjadi beban APBN.

"Dari sisi pelaksanaan regulasi ini masih ngaco, pemerintah ini harus patuh terhadap regulasinya. Oleh karena itu BPJS Kesehatan harus berbicara dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri bahwa [alokasi pajak rokok] ini harus direalisasikan," ujarnya.

Adapun, pada tahun terbitnya aturan terkait alokasi pajak rokok itu, berdasarkan laporan keuangan 2018 BPJS Kesehatan terdapat pendapatan pajak rokok senilai Rp682,38 miliar. Pada tahun tersebut pemerintah memproyeksikan pajak rokok sebesarRp15,3T, artinya terdapat Rp5,73 triliun yang seharusnya masuk ke kantong JKN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ropesta Sitorus
Terkini