Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida mengungkapkan setidaknya ada 18 jenis teknologi finansial (fintech) yang bisa mendukung ekosistem pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Sekadar informasi, 18 klaster fintech dalam grup Inovasi Keuangan Digital OJK ini terbagi dalam empat kategori yang relevan terhadap UMKM sesuai prinsip kerjanya. Nurhaida menjelaskan lebih lanjut bagaimana peran para masing-masing fintech ini dalam Indonesia Fintech Summit dan Pekan Fintech Nasional 2020 Hari ke-2, Kamis (12/11/2020).
"Sebagai contoh, kita tahu UMKM ini memerlukan likuiditas atau cash, dana segar. Di sini ada fintech yang bisa berperan, misalnya funding agent yang mencarikan nasabah tapi tidak mengelola dana. Kemudian ada aggregator yang memilihkan pendanaan seperti apa yang cocok untuk UMKM itu," jelasnya.
Fintech jenis aggregator, funding agent, dan financial planner, yang bisa berperan dalam mendampingi UMKM dan memilihkan permodalan yang tepat ini termasuk dalam kategori funding. Kategori kedua, yang bisa menjadi alternatif tulang punggung permodalan UMKM, yaitu kategori financing yang terdiri dari blockchain-based, equity crowdfunding, project financing, financial agent, property investment management, dan peer-to-peer (P2P) lending.
"Selain bisa mendampingi cara meminjam di bank, BPR, koperasi, dan lain-lain, juga bisa mendapatkan dana segar berdasarkan pinjaman. Ada fintech P2P lending sebagai intermediasi antara UMKM sebagai peminjam dengan para pemberi pinjaman atau lender. Bisa juga mendapatkan dana berdasarkan modal lewat equity crowdfunding. Jadi banyak fintech yang bisa membantu," tambahnya.
Selanjutnya, UMKM bisa memanfaatkan kategori insurance seperti InsurTech dan Insurance Broker Marketplace, serta kategori enabler yang terdiri dari claim service handling, credit scoring, RegTech, otentifikasi transaksi, E-KYC, dan online distress solution.
"Di sandbox kita juga ada jenis tax & accounting yang bisa membantu UMKM untuk menghitung kewajiban mereka terkait pajak dan hutang. Ada juga yang bisa membantu mereka dari sisi enabler," jelas Nurhaida.
Menteri Koperasi dan UKM RI Teten Masduki sepakat bahwa fintech dan dunia digital bukan hanya mampu membantu UMKM menciptakan pasar, namun juga membenahi internal mereka demi kemudahan mengakses pendanaan.
"Kebanyakan UMKM belum punya catatan aset, laporan keuangan yang baik, sehingga banyak yang unbankable karena tidak ada pencatatan. Dengan digitalisasi dan fintech, kita akan memperoleh kesehatan keuangan mereka lewat track record digital-nya. Ini akan mempermudah akses modal," ungkapnya.
Inilah kenapa Teten berharap para perusahaan fintech untuk mau terjun ke bawah dan berkolaborasi dengan para komunitas UMKM, karena baru sekitar 16 persen dari 60 juta UMKM di Indonesia yang sudah terhubung ke platform digital.
Sementara itu, Menteri Riset dan Teknologi RI/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro menekankan pentingnya kesadaran para pelaku UMKM terkait Big Data.
Pasalnya, ekosistem fintech menekankan adanya data elektronik usaha atau digital footprint dan validasi pihak ketiga terhadap suatu UMKM. Oleh sebab itu, digital footprint ini bisa dilakukan dengan ikut mendata diri ke komunitas, program pemerintah, atau perusahaan rintisan (startup) yang menawarkan bantuan sistem di ranah produksi.
"Jadi kita harapkan kalau fintech bisa menakar risiko dengan baik, tingkat bunga itu bisa turun. Kuncinya digital footprint, yang bisa muncul karena big data. Jadi menurut saya ke depan dengan mengoptimalkan big data, fintech bisa melakukan verifikasi bukan hanya lewat KTP dan data formal, tapi masuk lebih jauh kepada data transaksi dan behaviour dari calon peminjam," jelasnya.
Oleh sebab itu, dengan kolaborasi fintech terhadap data-data komunitas UMKM, data pemerintah, fintech lain, atau startup pendukung produksi yang segmented, harapannya digital footprint bisa lebih mudah didapat, sehingga pinjaman modal pun lebih cepat, aman, dan murah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel