Bisnis.com, JAKARTA - Kasus dana nasabah PT Maybank Indonesia Tbk. masih bergulir. Saat ini, pihak berwenang telah memproses kasus tersebut.
Masalah ini muncul ke publik saat Winda D. Lunardi alias Winda Earl, yang merupakan atlet e-sport, menyambangi Bareskrim Polri pada Kamis (5/11/2020) dengan tujuan mengetahui perkembangan penyidikan. Namun, diketahui Winda sudah melaporkan kasus ini sejak 8 Mei 2020. Nilai uang yang raib sekitar Rp22 miliar.
Saat ini, Bareskrim Polri telah menetapkan Kepala Cabang Maybank Cipulir Jakarta Selatan berinisial AT sebagai tersangka. Kendati demikian, melalui kuasa hukumnya, yaitu Hotman Paris Hutapea, Maybank menemukan beberapa kejanggalan dalam kasus ini dan dinilai perlu menjadi penyidikan lebih lanjut.
Sebelum kasus di Maybank yang cukup menyita perhatian publik kali ini, masalah pembobolan dana bank juga pernah terjadi. Bisnis mengumpulkan beberapa kasus yang sempat menjadi perhatian masyarakat beberapa tahun lalu.
Berikut rangkuman Bisnis:
1. Malinda Dee Citibank
Sembilan tahun silam nama Malinda Dee terkenal di kalangan publik karena kasus penggelapan dana nasabah Citibank N.A senilai Rp17 miliar.
Wanita yang memiliki nama asli Inong Malinda ini merupakan Relationship Manager Citibank dan disebutkan menggelapkan dana nasabah sejak 2009.
Pada Maret 2012, Malinda Dee divonis delapan tahun penjara dan denda Rp10 miliar. Selain dikurung dan didenda, mobil-mobil mewah Melinda Dee juga diminta dikembalikan ke Citibank. Deretan mobil mewah tersebut antara lain Ferrari Scuderia, Ferrari California, Mercedes e350, dan Hummer.
Kepolisian menjerat Melinda dengan pasal 49 ayat 1 dan 2 UU no 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU No.10/1998 tentang perbankan dan atau pasal 6 UU No.15/2002 sebagaimana diubah dengan UU No.25/2003 sebagaimana diubah dengan UU No.8/2010 tentang tindak pidana pencucian uang.
Selain itu, Malinda Dee melakukan kejahatannya dengan mengaburkan transaksi dan pencatatan tidak benar terhadap beberapa slip transfer penarikan dana pada rekening nasabah Citibank.
2. Penggelapan Dana Elnusa di Bank Mega
Kasus penggelapan dana juga pernah terjadi di Bank Mega pada 2009-2010 lalu.
Dana milik PT Elnusa Tbk. senilai Rp111 miliar yang disimpan di Bank Mega cabang Jababeka dibobol oleh Mantan Direktur Keuangan Elnusa Santun Nainggolan dan Kepala Cabang Bank Mega Jababeka Itman Harry Basuki.
Itman dijatuhi hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta oleh majelis hakim Tindak Pidana Korupsi, Bandung pada 2012. Ketua Majelis Hakim menyampaikan dalam vonisnya, Itman terbukti melakukan dugaan korupsi bersama lima orang terdakwa lainnya yaitu Santun Nainggolan, Ivan CH Litha, Andhy Gunawan, Richard Latief, dan Teuku Zulham Sjuib.
Vonis Itman melengkapi vonis lima tersangka lainnya. Santun Nainggolan divonis 8 tahun penjara, Richard Latif 6 tahun penjara, Ivan CH Litha 9 tahun penjara, Andi Gunawan 4 tahun dan Sjuib mendapat vonis 4 tahun.
Elnusa juga memenangkan gugatan perdata tingkat banding terhadap Bank Mega terkait dengan kasus hilangnya deposito tersebut dan meminta bank mencairkan dana senilai Rp111 miliar beserta bunga 6 persen per tahun.
3. Pembobolan Rp250 Miliar BTN
Pada 2016 terdapat kasus pembobolan dana Rp250 miliar di BTN yang dilakukan oleh oknum bank dan bermodus pemalsuan deposito.
Kasus ini berawal saat salah satu perusahaan yang menjadi nasabah perusahaan akan mencairkan dana. Namun, BTN mengkonfirmasi penempatan deposito dana tidak terdaftar. BTN memberitahukan dana tersebut terdaftar sebagai nasabah rekening giro dan sudah dilakukan penarikan dana.
Pelaku diduga menjalankan modus mengajukan penawaran menempatkan dana pada BTN dengan bunga sesuai pasaran kepada korban.
Beberapa perusahaan yang menempatkan uang pada BTN yakni Surya Artha Nusantara Finance (SAN Finance), PT Asuransi Jiwa Mega Indonesia (AJMI) dan PT Asuransi Umum Mega (AUM), serta PT Global Index Investindo.
Peristiwa ini telah diputus oleh pengadilan dalam perkara pidana dan telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht van gewijsde. Pengadilan telah menjatuhkan vonis hukuman kepada pelaku, yaitu komplotan di luar Bank BTN dan oknum pegawai yang terlibat.
Terdapat dua putusan atas kasus BTN tersebut oleh PN Jakarta Selatan dan PN Jakarta Utara. Pelaku berinisial BS diputuskan pidana penjara selama 7 tahun, sedangkan kasus pidana di PN Jakarta Utara saat ini pelaku inisial DB juga sudah diputus pidana selama 8 tahun.
4. Maria Pauline Lumowa
Kas Bank BNI dibobol senilai Rp1,7 triliun pada 2003 lewat letter of credit (L/C) fiktif. Dalam kasus ini, buronan pembobol Maria Pauline Lumowa melarikan diri selama 17 tahun dan ditangkap di Serbia.
Pada Juli 2020, pemerintah telah mengekstradisi Maria dan dipastikan menjalani proses hukum di Indonesia. Proses ekstradisi Maria hingga akhirnya bisa kembali ke tanah air menempuh proses cukup panjang. Pasalnya setelah melakukan aksi pembobolan tersebut Maria pergi ke Singapura. Dia juga tercatat bolak-balik Belanda - Singapura.
Diketahui, dalam menjalankan aksinya Maria membobol kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.
Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai US$136 juta dan 56 juta euro atau sama dengan Rp1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' lantaran bank plat merah itu tetap meneken jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group dan mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel