Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance atau Indef menilai bahwa penggabungan perusahaan pelat merah perlu mempertimbangkan aspek manfaat bisnis bagi seluruh entitas dan secara politik dapat membantu masyarakat menjadi lebih sejahtera.
Ekonom Indef Enny Sri Hartati menjelaskan bahwa penggabungan perusahaan pelat merah merupakan sepenuhnya kewenangan dari pemerintah selaku pemegang saham, dalam hal ini Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Hal ini dia sampaikan terkait berembusnya kabar konsolidasi antara tiga perusahaan pelat merah yang bergerak di bidang pembiayaan UMKM, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Pegadaian (Persero), dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero).
Meskipun begitu sudah menjadi kewenangan pemerintah, lanjut Enny, ada sejumlah aspek yang perlu menjadi pertimbangan sebelum ide konsolidasi itu direalisasikan.
Pertama, pemerintah perlu memastikan adanya manfaat dari penggabungan itu, baik dalam bentuk akuisisi maupun pembentukan holding. Enny menilai bahwa harus terdapat kebijakan penggabungan yang tepat dengan mempertimbangkan core bisnis dari setiap entitas apakah sejenis atau tidak.
"Kalau sebenarnya beda core business, beda market, dan sebagainya itu justru akan diversifikasi usaha, semakin memperluas jangkauan. Pada prinsipnya penggabungan ada speciality, memperkokoh sistem yang ada," ujar Enny kepada Bisnis, Kamis (12/11/2020) malam.
Terkait bentuk penggabungan berupa akuisisi atau holding, Enny menilai bahwa pemerintah harus mencermati kondisi perusahaan-perusahaannya saat ini. Pemilihan bentuk itu pun harus berorientasi pada peningkatan efisiensi dan daya saing BUMN.
Selain itu, Enny pun menyoroti aspek politik ekonomi dari upaya penggabungan perusahaan BUMN. Menurutnya, pemerintah harus memastikan bahwa penggabungan itu akan memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat.
"Apakah pemerintah sudah punya kalkulasi, semacam naskah akademis dari berbagai pilihan apa alasan dan manfaatnya? Apakah dengan penggabungan atau holding akan lebih kuat ke depan?" ujarnya.
Dia pun menilai bahwa pemerintah harus mampu menjelaskan dengan baik kepada masyarakat luas terkait wacana penggabungan itu, bukan hanya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Aksi korporasi di tubuh BUMN menurutnya tidak semata-mata akan dilihat sebagai langkah bisnis.
"Tentu tidak hanya satu aspek, penetrasi pasar, pasti banyak pertimbangan [dari penggabungan perusahaan BUMN], itu yang mesti disampaikan kepada publik. Karena saat ini DPR tidak punya bargaining position kepada publik," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir menyebutkan bahwa akan terdapat sinergi antara PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI, PT Pegadaian (Persero), dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero).
“Juni [2020] ini juga terjadi sinergi antara BRI, Pegadaian, dan PNM. Ini akan luar biasa,” ujar Erick dalam acara Economic Outlook 2020 di Jakarta, Rabu (26/2/2020).
Setelah itu, dalam paparan kinerja kuartal III/2020 pada Rabu (11/11/2020), Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo mengakui bahwa pihaknya akan melakukan aksi korporasi dalam waktu dekat. Menurutnya, rencana itu bertujuan untuk pengembangan dan ekspansi debitur usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM).
Menurut Enny, jika penggabungan perusahaan itu meliputi BRI, Pegadaian, dan PNM, selama ini telihat cukup jelas bahwa ketiganya menggarap target pasar yang relatif sama yakni masyarakat menengah ke bawah. Karakteristik itu pun perlu menjadi perhatian dalam penggabungan perusahaannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel