Di Balik Mega Holding BRI, dari Dahlan Iskan hingga Erick Thohir

Bisnis.com,14 Nov 2020, 14:26 WIB
Penulis: Hendri Tri Widi Asworo
Jajaran Direksi Bank BRI saat Peluncuran BRI Micro & SME Index/dokumen BRI

Bisnis.com, JAKARTA – Rencana konsolidasi perusahaan pembiayaan berbasis usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI sudah digagas sejak Menteri BUMN Dahlan Iskan pada 2014.

Wacana tersebut kembali mencuat saat Menteri BUMN Erick Thohir mengisyaratkan sinergi BRI dengan PT Pegadaian (Persero) dan PT Penanaman Modal Madani (PNM) pada awal tahun ini.

Berdasarkan catatan Bisnis, pada 28 April 2014, Dahlan Iskan, saat di Kantor Pusat BRI, menyampaikan bahwa ada pemikiran agar bank berkode saham BBRI itu mengakuisisi PT Pegadaian.

Namun, menurut Dahlan, untuk mengeksekusi wacana tersebut butuh waktu. Pasalnya, harus melalui kajian dan persiapan yang matang. “Ada pemikiran ke arah itu [BRI akuisisi PT Pegadaian]. Kapan waktunya? Belum tahu," kata Dahlan seperti dikutip dari Antara.

Akan tetapi, rencana tersebut mendapat resistensi dari Serikat Pekerja (SP) PT Pegadaian. Para karyawan menolak rencana Dahlan Iskan ‘menyerahkan’ PT Pegadaian ke tangan BRI.

Meskipun masih sebatas wacana, rencana tersebut dinilai akan mendorong liberalisasi korporasi yang selama ini dinilai memudahkan masyarakat dalam mengakses pembiayaan kepada PT Pegadaian.

Apabila di bawah kendali BRI, fungsi memudahkan akses pembiayaan dinilai akan hilang. Peran berganti dengan ‘perburuan rente’. Manajemen akan dituntut untuk mendapatkan margin besar sehingga dinilai bakal membebani masyarakat.

Wacana BRI akan mengakusisi PT Pegadaian kemudian menguap begitu saja. Entah karena protes serikat pekerja tersebut atau karena menjelang pemilihan umum 2014, yang menandai berakhirnya pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Karyawan melayani nasabah di salah satu Kantor Cabang Pegadaian di Tangerang Selatan, Banten, Senin (12/10/2020). Pegadaian menyalurkan total pembiayaan dan pinjaman diseluruh produknya mencapai Rp56,67 triliun per Juli 2020 atau naik 1,94 persen (month to month/mtm) dari Juli 2020 di angka Rp55,59 triliun. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Enam tahun kemudian, wacana tersebut kembali mencuat. Pada akhir Februari 2020, Erick Thohir menyampaikan bahwa tiga perusahaan pelat merah tersebut akan terlibat dalam sebuah sinergi.

Rencana yang dicanangkan awal tahun ini, ditargetkan selesai pertengahan tahun 2020. Namun, karena pandemi rencana tersebut mundur. Saat itu, Erick belum menjelaskan lebih rinci terkait bentuk sinergi apa yang akan dilakoni BRI, Pegadaian, dan PNM.

Sebenarnya, ketiga perusahaan pelat merah itu sudah melakukan kolaborasi sejak jauh hari. BRI misalnya, sudah menggandeng PNM untuk menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) mikro ke sejumlah pedesaan.

“Juni ini juga terjadi sinergi antara BRI, Pegadaian, dan PNM. Ini akan luar biasa, jadi cepat-cepat beli sahamnya BRI,” paparnya dalam acara Economic Outlook 2020 di Jakarta, Rabu (26/2/2020).

Presiden Joko Widodo sebelumnya sempat menyinggung mengenai holding BUMN khusus pembiayaan UMKM. Pada pengujung tahun lalu, Jokowi ingin ada percepatan bagi masyarakat untuk mengakses kredit.

Salah satunya dengan mendorong UMKM untuk membentuk kelompok usaha, klaster, hingga nantinya dibuat holding. "Nanti ada holding usaha mikro yang bisa akses marketplace dan pemasaran, baik di nasional maupun global," ujar Jokowi dia di Hotel Mulia, Jakarta, Selasa (10/12/2019) seperti dikutip dari Tempo.co.

Manajemen BRI mengonfirmasi rencana aksi korporasi perseroan, meskipun tidak menyebutkan detil skemanya. Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo menyampaikan terkait dengan rencana aksi korporasi menyebabkan perseroan terlambat menyampaikan laporan keuangan yang diaudited per September 2020.

"Hanya saja, memang betul ada corporate action. Itu kami nanti sebutkan, belum bisa jadi bahan publik," katanya, Rabu (11/11/2020).

Meskipun belum mau membagi informasi lebih lanjut mengenai rencana tersebut, Haru mengatakan hasil dari aksi korporasi akan tetap ditujukan untuk menunjang bisnis perseroan, yakni pengembangan sekaligus ekspansi debitur UMKM.

"Itu arahnya ke mana, ya tetap untuk pengembangan bisnis UMKM kami."

Pekerja melayani nasabah untuk melakukan transaksi keuangan di salah satu agen BRI Link di Kabupaten Bogor, Sabtu (3/9/2020). PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BRI) menyampaikan di tengah pandemi Covid-19, akan terus menerapkan strategi mendorong transaksi digital guna mengerek pendapatan berbasis komisi atau Fee Based Income (FBI). Adapun FBI utamanya disumbang melalui transaksi e-channel dan e-banking serta BRI Link. Bisnis/Himawan L Nugraha

Direktur Utama BRI Sunarso menambahkan perseroan ke depan akan lebih banyak menggarap debitur ultra mikro baru. Bahkan, perseroan kembali membuat target rasio kredit UMKM baru menjadi 85 persen dari yang saat ini sudah mencapai 80 persen.

"Dari yang belum unbankable, kami bawa masuk ke perbankan dengan perkuat basis ultra mikro dan unbankable kami masukkan," ujar Sunarso.

Dia menyampaikan segmen unbankable memang belum banyak digarap oleh BRI selama ini. Segmen ini terdiri dari bagian, termasuk kelas miskin produktif yang diyakini memiliki pangsa pasar sangat besar, tetapi hanya sangat sedikit bank yang bermain.

Sunarso yang pernah menjadi bos PT Pegadaian ini tentu akan memperlancar aksi korporasi, apabila disetujui oleh pemegang saham.

Sumber Bisnis menyebutkan ada dua skema yang tengah diajukan ke pemegang saham untuk melebur dua perusahaan pembiayaan pelat merah itu di bawah bank berkode saham BBRI tersebut.

Skema pertama adalah BRI mengakuisisi PT Pegadaian dan PT PNM. Adapun, skema kedua adalah berbentuk holding perusahaan pembiayaan UMKM. “Skema akuisisi yang menguat diusulkan kepada pemerintah,” ujar sumber tersebut kepada Bisnis, Kamis (12/11/2020).

Menurutnya, gagasan dasar akuisisi PT Pegadaian dan PT PNM oleh BRI agar kedua perusahaan tersebut menjadi anak usaha. Dengan menjadi anak usaha akan ada anak tangga bagi nasabah untuk naik kelas dari pembiayaan ultra mikro, mikro, menengah hingga perusahaan besar.

“Jadi nasabahnya tidak berkutat menjadi usaha mikro saja. Dia bisa naik kelas, misal dari PNM atau Pegadaian ke BRI dengan kapasitas pembiayaan yang lebih besar, usaha keci, menengah, hingga besar,” tuturnya.

Sumber tersebut masih enggan buka suara bila disetujui skema akuisisi. Apabila skema holding, BRI tidak akan mengeluarkan biaya, seperti halnya holding perusahaan pelat merah lainnya.

Skema holding ini hanya memindahkan kepemilikan saham pemerintah kepada salah satu BUMN yang ditunjuk. Dalam hal ini, BRI akan menerima limpahan saham dari PT Pegadaian dan PT PNM.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hendri Tri Widi Asworo
Terkini