Bisnis.com, JAKARTA — BPJS Watch menilai bahwa kerap terdapat pemerintah daerah yang keberatan mengalokasikan sebagian pajak rokok untuk program Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN, karena mereka telah mengeluarkan dananya untuk iuran peserta Penerima Bantuan Iuran atau PBI Daerah.
Berdasarkan Pasal 100 Peraturan Presiden (Perpres) 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan, pemerintah memiliki kewajiban untuk mengalokasikan sebagian pajak rokok ke Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk penyelenggaraan JKN. Dana yang harus dialokasikan itu sebanyak 75 persen dari 50 persen penerimaan pajak rokok.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyatakan bahwa sejauh ini alokasi dana pajak rokok yang masuk ke BPJS Kesehatan belum sesuai dengan aturan Perpres 82/2018. Hal tersebut menurutnya terlihat dari capaian pada 2018, saat aturan itu pertama kali keluar dan pada 2019.
Pada 2018, pemerintah memproyeksikan pajak rokok sebesar Rp15,3 triliun dan 50 persen di antaranya sebesar Rp7,65 triliun, dengan perhitungan 75 persen dari jumlah tersebut artinya terdapat Rp5,73 triliun yang seharusnya masuk ke kantong JKN. Namun, berdasarkan laporan keuangan 2018 BPJS Kesehatan, pendapatan pajak rokok tercatat hanya senilai Rp682,38 miliar.
Pada 2019, pemerintah memperkirakan pendapatan pajak rokok pada 2019 senilai Rp15,56 triliun dan 50 persen di antaranya sebesar Rp7,78 triliun, artinya alokasi untuk JKN merupakan 75 persen dari jumlah tersebut atau Rp5,83 triliun. Terdapat tanda strip dalam akun Pendapatan Pajak Rokok per 31 Desember 2019, yang tertulis di bagian Laporan Aktivitas Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan.
Timboel menilai bahwa salah satu penyebab realisasi alokasi pajak rokok untuk JKN tidak sesuai aturan adalah pemerintah daerah yang merasa sudah terbebani oleh alokasi anggaran dan pendapatan belanja daerah (APBD) untuk iuran peserta PBI. Mereka merasa keberatan jika sumber dananya harus digelontorkan lagi untuk keperluan JKN.
"Target itu tidak terealisasi karena banyak pemerintah daerah komplain terhadap regulasi ini. Kan kami sudah menyertakan masyarakat miskin kami kepada PBI APBD, mereka berpikir begitu," ujar Timboel kepada Bisnis, Minggu (15/11/2020).
Dia menilai bahwa secara umum, regulasi itu belum sepenuhnya dijalankan. Oleh karena itu, pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan BPJS Kesehatan harus memasikan amanat Perpres 82/2018 dijalankan dengan baik.
Menurut Timboel, hal tersebut menjadi penting karena dapat memberikan dana yang sangat besar bagi penyelenggaraan JKN yang selama ini defisit. Pada tahun ini memang diproyeksikan akan terjadi surplus, tetapi menurutnya, sumber pendapatan yang ada dan memiliki dasar hukum tetap harus dioptimalisasi.
Belum diketahui berapa proyeksi realisasi pendapatan JKN dari pajak rokok pada tahun ini, meskipun pajak itu diperkirakan akan mencapai Rp16,96 triliun. Adapun, Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan No.KEP - 59/PK/2020 tentang Proporsi dan Estimasi Pajak Rokok di Masing-Masing Provinsi Tahun Anggaran 2021, pemerintah memperkirakan penerimaan pajak rokok tahun depan sebesar Rp17,03 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel