Neraca Perdagangan Oktober 2020 Diprediksi Kembali Surplus, Rekor Baru?

Bisnis.com,15 Nov 2020, 21:20 WIB
Penulis: Edi Suwiknyo
Industri kecil binaan program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL) PT Dahana (Persero) melakukan ekspor arang ke Arab Saudi, Selasa (3/11/2020). ANTARA

Bisnis.com, JAKARTA – Neraca Perdagangan Indonesia Oktober 2020 diperkirakan surplus US$2,2 miliar.

Surplus neraca ekspor-impor ini diyakini akan terus berlangsung hingga kuartal IV/2020 seiring dengan meningkatnya aktivitas perdagangan baik ekspor maupun impor.

Ekonom Institut Kajian Strategis Eric Alexander Sugandi memperkirakan pada Oktober 2020 nilai total ekspor sebesar US$14,4 miliar sedangkan nilai total impor sebesar US$12,2 milyar.

"Kenaikan ekspor terutama didorong oleh kenaikan ekspor nonmigas ke negara-negara tujuan ekspor Indonesia," kata Eric, Minggu (15/5/2020).

Sementara kenaikan impor didorong oleh peningkatan permintaan impor bahan baku dan barang modal oleh industri-industri di dalam negeri berkaitan dengan peningkatan aktivitas produksi.

Eric menjelaskan perbaikan kinerja ekspor dan impor tersebut merupakan sinyal yang cukup positif bagi perekonomian. Peningkatan impor bahan baku menunjukkan bahwa industri mulai perlahan bangkit.

"Tapi masih bisa surplus ini [terjadi] karena pertumbuhan impor masih lebih lambat daripada ekspor," jelasnya.

Sementara dalam kesempatan terpisah, Kementerian Perdagangan membanggakan neraca dagang Indonesia Januari-September 2020 yang mengalami surplus US$13,5 miliar meski pandemi menerjang. Rekor surplus ini bahkan tertinggi dalam 8 tahun terakhir.

Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto mengatakan bahwa kondisi ekspor lesu hanya terjadi pada Januari dan April. Akan tetapi sejak Mei hingga September 2020 mengalami peningkatan.

“Secara kumulatif neraca dagang pada Januari-September mengalami surplus US$13,5 miliar. Ini capaian tertinggi sejak 2012,” katanya pada konferensi virtual, Senin (9/11/2020).

Agus menjelaskan bahwa komoditas yang mempengaruhi ekspor berasal dari nonmigas. Barang-barang tersebut seperti bijih besi dan baja, minyak lemak dan minyak hewan nabati, kendaraan dan suku cadang, mesin dan perlengkapan elektronik, serta plastik dan barang plastik.

“Lima produk tersebut menyumbang 34,05 persen dari total ekspor non migas. Peningkatan kumulatif adalah US$0,7 miliar.

Agus menuturkan bahwa ekspor baja disebabkan mulai menggeliatkan industri di Cina dan Malaysia. Ekspor naik juga disebabkan naiknya harga minyak sawit mentah (CPO) dan permintaannya ke Cina dan India.

 “Nah ini salah satu faktor yang memang sangat menopang kita. Pengaruh surplus ini sangat besar karena membawa sinyal positif,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini