Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat dari 10.361 iklan yang diterbitkan lembaga jasa keuangan mulai Januari 2019 hingga September 2020, sebanyak 3.224 di antaranya melanggar ketentuan.
Hal ini diungkap Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara dalam diskusi virtual Indonesia Marketing Association 'Perlindungan Konsumen Sektor Keuangan di Era Digital', Selasa (17/11/2020).
"Kami pantau, 31 persen melanggar, ada yang tidak jelas, blur, mengklaim aman segala macam. Ada yang menyesatkan, misalnya dia bilang biaya paling rendah, paling bagus, dan sebagainya. Ada juga yang tidak akurat," ungkapnya.
Berdasarkan jenis pelanggaran, sebanyak 94 persen masuk kategori tidak jelas, 5 persen masuk kategori menyesatkan, sisanya 1 persen tidak akurat.
Sementara berdasarkan sektor, 72 persen pelanggaran iklan dilakukan sektor perbankan. Sektor industri keuangan nonbank (IKNB) 27 persen, sementara sektor pasar modal 1 persen.
Tirta menjelaskan bahwa pengawasan periklanan ini merupakan bagian pengawasan OJK di ranah komunikasi suatu lembaga jasa keuangan kepada para konsumen.
"Mulai dari periklanan itu sudah kami awasi. Setelah itu, ketika nanti mereka menjual, atau dalam praktik penjualan, juga diawasi," tambahnya.
Periklanan masuk dalam fokus market conduct, berupa praktik penjualan atau pemasaran, di samping aspek transparansi seperti larangan hidden cost atau bagaimana biaya dan tarif dalam produk tersebut, pemahaman konsumen, perlindungan data, penagihan, dan penanganan pengaduan.
Pengawasan ini pun, melengkapi pengawasan substansial lain, yaitu fokus prudential. Berupa kesehatan lembaga keuangan tersebut, profil risiko, rasio keuangan, dan manajemen atau operasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel