Walau Sedang Pandemi, Serikat Pekerja Jepang Tuntut Kenaikan Gaji

Bisnis.com,18 Nov 2020, 20:55 WIB
Penulis: Asteria Desi Kartika Sari
Ilustrasi-Seorang warga Jepang berdiri di sudut jalan di kota Tokyo/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Serikat Pekerja Jepang Rikio Kozu menyatakan akan mendorong kenaikan gaji sebesar 4 persen, termasuk gaji pokok.

Hal itu akan tetap dilakukan meskipun gelombang virus Covid-19 meningkat dan menggelapkan prospek bagi pemberi kerja.

Terdapat kurang lebih tujuh juta anggota yang tergabung dalam serikat pekerja.

“Jika kami mengatakan pertumbuhan upah tidak memungkinkan kali ini karena Covid, maka kami akan sepenuhnya mengabaikan tanggung jawab kami terhadap ekonomi,” kata Kozu, yang mengepalai Konfederasi Serikat Pekerja Jepang, seperti dikutip Bloomberg, Rabu (18/11/2020).

Menurutnya, ada kekhawatiran serius bahwa Jepang bisa kembali ke deflasi tanpa ada kenaikan gaji.

Kenaikan gaji yang kecil bagi para pekerja bahkan pada masa normal relatif telah mempersulit Jepang untuk keluar dari siklus harga yang lemah dan pertumbuhan yang rendah.

Dengan tingkat infeksi virus yang masih menunjukan rekor baru, perusahaan termasuk perusahaan terbesar Toyota Motor Corp memperkirakan keuntungan turun tajam dari tahun lalu. Kondisi itu menjadi tantangan sulit untuk memenangkan tuntutan kenaikan gaji tersebut.

Beberapa perusahaan berpendapat bahwa memangkas perolehan upah telah menempatkan mereka di tempat yang lebih baik untuk menghadapi krisis dan melindungi pekerjaan. Adapun tingkat pengangguran tetap rendah menurut standar global sebesar 3 persen.

Meski begitu, dia bersiap untuk negosiasi upah musim semi tahunan di tengah meningkatnya ketidakpastian atas pemulihan ekonomi dan kinerja perusahaan.

Dia menuntut kenaikan upah 4 persen pada pembicaraan upah musim semi lalu, sebelum Covid-19 memanas.

Mitsubishi UFJ Research & Consulting melihat bonus musim dingin anjlok 10,7 persen dibandingkan dengan tahun lalu, penurunan yang lebih besar dari 2009.

Meski begitu, Kozu mengatakan mundur memperjuangkan gaji bukanlah pilihan karena itu akan memperburuk sentimen publik dan membuat kerusakan jangka panjang pada pengeluaran konsumen yang menyumbang lebih dari setengah ekonomi.

“Jika ekonomi rusak, upaya yang telah dilakukan selama ini akan sia-sia. Perekonomian akan lebih buruk dari sebelumnya. Itu adalah tempat yang tanpa harapan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Saeno
Terkini