Prospek Multifinance 2021: Penyaluran Pembiayaan Diproyeksi Lebih Berwarna

Bisnis.com,18 Nov 2020, 02:52 WIB
Penulis: Aziz Rahardyan
Multifinance/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) justru menyambut baik adanya potensi tren maraknya merger, akuisisi, dan konsolidasi dalam industri pembiayaan pada 2021.

Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno menjelaskan bahwa ini baik untuk menggeliatkan lagi perusahaan pembiayaan (multifinance) independen, menengah, dan kecil tetap bertahan hidup.

Hal ini dimungkinkan terjadi lewat diferensiasi pangsa pasar dari multifinance besar yang bisa bertahan hidup karena memiliki pendanaan yang kuat, atau ditopang induk perusahaannya seperti perbankan atau agen tunggal pemegang merek (ATPM).

"Misalnya nanti ada multifinance independen yang diambil perusahaan berbasis teknologi, mereka pasti punya market sendiri. Terutama karena mereka bisa memanfaatkan basis data yang mereka punya," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (17/11/2020).

Suwandi mencontohkan suatu marketplace bisa memanfaatkan pembiayaan multifinance untuk mendukung para mitra penjualnya, atau aplikasi ride-hailing yang bisa memberikan pembiayaan untuk mitra pengendara atau restoran dalam ekosistemnya.

"Tentunya mereka masuk ke pembiayaan modal kerja, pembiayaan usaha kecil, atau pay later untuk yang konsumtif. Jadi lebih berwarna, dan sama sekali tidak mengganggu pasar multifinance besar di sektor otomotif atau pembiayaan investasi besar seperti alat berat," tambahnya.

Oleh sebab itu, Suwandi menjelaskan bahwa tren perusahaan yang kurang mampu bertahan untuk mengambil jalan keluar lewat merger, bergabung, atau menawarkan diri ke investor lain, justru akan positif untuk pertumbuhan industri.

Karena multifinance besar, diproyeksi tetap masih akan berjalan dan berkelanjutan, mempertahankan perannya sebagai penyokong industri otomotif, infrastruktur, atau elektronik dan furniture.

"Bahkan, kalau separuh perusahaan yang bisa menguasai pasar saat ini tumbuh, katakanlah 10 sampai 15 persen, sementara sisanya benar-benar tidak tumbuh, maka kita masih optimis ada kemungkinan industri ini tumbuh 5-6 persen," ungkapnya.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mengungkap kendati kinerja industri pembiayaan di Indonesia tampak begitu terpengaruh pandemi Covid-19, potensi pertumbuhan industri ini terbilang besar dan tampak masih menarik buat para investor.

Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang W Budiawan mengungkap hal ini menilik assesement terakhir OJK yang mencatat sekitar 12 persen dari 180 multifinance berada dalam posisi kurang sehat atau tidak sehat, baik akibat terdampak pandemi atau memang sudah bermasalah sebelum pandemi.

Namun demikian, Bambang menggambarkan buktinya dalam dua tahun terakhir, banyak dari para multifinance yang masuk 'zona merah' tersebut berhasil mencari investor atau partner strategis, sehingga akhirnya mampu bertahan hidup.

Oleh sebab itu, menurut Bambang bukan tidak mungkin secara alamiah para multifinance yang kebanyakan berada dalam kategori kecil, menengah, dan independen ini bertahan hidup dengan cara serupa ke depannya.

"Menurut saya multifinance di Indonesia itu banyak juga yang masih melihat ini suatu bisnis yang prospek ke depan, terutama di mata asing. Korea, Jepang, Singapura sekalipun. Contohnya, beberapa multifinance sudah diakuisisi mereka dalam dua tahun terakhir ini," ujarnya, Selasa (10/11/2020).

Oleh sebab itu, OJK terbuka terkait fenomena ini, namun dengan catatan adanya komitmen kuat dari pemegang saham dan manajemen, serta memiliki reputasi yang bagus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hadijah Alaydrus
Terkini