Dorong Nilai Tambah, Begini Perkembangan Hilirisasi Batu Bara

Bisnis.com,19 Nov 2020, 10:23 WIB
Penulis: Denis Riantiza Meilanova
Alat berat beroperasi di kawasan penambangan batu bara Desa Sumber Batu, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Rabu (8/7/2020). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah terus mendorong pengembangan hilirisasi batu bara. Namun hingga saat ini, peningkatan nilai tambah batu bara di Indonesia belum sepenuhnya mencapai tahap komersial.

Dari tujuh jenis pengembangan hilirisasi batu bara, baru dua jenis yang telah mencapai skala komersial, yakni coal upgrading dan pembuatan briket batu bara. Adapun jenis lainnya, seperti gasifikasi batu bara, underground coal gasification, dan pembuatan kokas, masih dalam tahap pengembangan.

Untuk pengembangan gasifikasi batu bara, Direktur Bina Program Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Muhammad Wafid Agung memaparkan bahwa saat ini sudah ada PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang mengajukan pengembangan gasifikasi batu bara dengan produk dimethyl ether (DME), methanol, dan MEG.

Selain PTBA, ada empat perusahaan Perjanjian Karya Pertambangan Baru Bara (PKP2B) generasi pertama yang akan menjadi IUPK telah mengajukan pengembangan gasifikasi batu bara.

Keempat perusahaan tersebut, antara lain PT KPC (Bumi Resource) dengan produk methanol; PT Arutmin Indonesia dengan produk synthetic natural gas (SNG) yang masih dalam finalisasi kajian; PT Adaro Indonesia dengan produk methanol, statusnya masih kajian awal; dan PT Berau Coal dengan produk DME/hidrogen, statusnya masih kajian awal.

"Kisaran investasinya (gasifikasi batu bara) US$1,5-US$3 miliar dan statusnya masih belum komersial," ujar Wafid dalam sebuah webinar, Rabu (19/11/2020).

Selanjutnya, untuk underground coal gasification (USG) juga sudah ada empat perusahaan yang menjajaki pengembangannya, yakni PT Kideco Jaya Agung di Kalimantan Timur, PT Indominco di Kalimantan Timur, PT Medco Energi Mining International (MEMI), dan Phoenix Energy Ltd. di Kalimantan Utara. Investasi pengembangan USG ini 30-40 persen lebih rendah dibandingkan gasifikasi permukaan, yakni sekitar US$600-US$800 juta.

Untuk pengembangan pembuatan kokas juga tengah dijajaki oleh PT Megah Energi Khatulistiwa dengan produk semi cokes dan coal tar. Investasinya sekitar US$200-US$400 juta.

Sementara, pengembangan coal liquifaction dan coal slurry belum ada perusahaan yang mengajukan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rio Sandy Pradana
Terkini