Bisnis.com, JAKARTA - Ruang penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih memiliki ruang terbuka ke depan, sejalan dengan masih lemahnya permintaan di masyarakat.
Seperti diketahui, BI telah kembali memangkas suku bunga BI 7-days reverse repo rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 3,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur 18-19 November lalu.
Masih lemahnya permintaan di masyarakat, tercermin dari peningkatan dana pihak ketiga (DPK) yang tinggi di perbankan.
Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro mengatakan pertumbuhan yang signifikan dalam DPK berdenominasi Rupiah sebagian besar ditopang oleh para deposan kaya, atau mereka yang memiliki nilai tabungan lebih dari Rp5 miliar.
Tercatat, pertumbuhan DPK tersebut meningkat 17,4 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) per September 2020 .
Di sisi lain, tabungan deposan berpenghasilan rendah hingga menengah, yaitu yang kurang dari Rp100 juta, sempat terpengaruh oleh Covid-19, namun pertumbuhan simpanan ini sebagian besar telah pulih. Per September 2020 tercatat tumbuh 8,6 persen yoy.
Kedua segmen simpanan ini memegang segmen terbesar, secara bersama-sama menyumbang sekitar 62 persen dari total simpanan di sektor perbankan Indonesia. Tabungan di atas Rp5 miliar memiliki porsi 48,7 persen dari total simpanan, sedangkan tabungan di bawah Rp100 juta adalah sebesar 13,7 persen.
"Lonjakan simpanan selalu menjadi ciri khas setiap resesi ekonomi, termasuk di AS, tapi ini masih menunjukkan pendapatan kelas menengah di Indonesia tabungannya sebagian besar masih utuh, meski pandemi sedang berlangsung," kata Satria, Minggu (22/11/2020).
Menurut Satria, setelah kepercayaan ekonomi pulih, permintaan yang selama ini tertekan dan tingkat inflasi yang juga rendah, akan kembali terdorong naik, khususnya pada sektor ekonomi sekunder dan tersier.
Likuiditas yang berlebih dan suku bunga simpanan di perbankan yang rendah dinilai dapat mendorong masyarakat kelas menengah ke atas untuk dapat mengalihkan investasi mereka, atau meningkatkan pengeluaran, dan memanfaatkan momentum harga yang rendah atau deflasi.
"Ini juga berarti BI dapat terpaksa menurunkan kembali suku bunga acuan, mengingat kebutuhan untuk mencegah tabungan meningkat dan mengarahkan dana menganggur ke ekonomi riil," jelasnya.
Penurunan suku bunga BI lebih lanjut juga diyakini dapat menurunkan imbal hasil dan mendorong bank untuk menyalurkan kredit daripada membeli obligasi pemerintah.
Pada kesempatan berbeda, Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah memprediksi suku bunga acuan BI akan kembali turun hingga ke level 3,5 persen pada semester I/2020.
Jika terjadi, maka suku bunga acuan ini merupakan yang terendah sepanjang sejarah, di level 3,5 persen. "Harapannya diikuti penurunan bunga kredit bank yang selama ini belum cukup responsif," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel