Bisnis.com, JAKARTA - Manajemen PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. menyatakan perseroan telah menindaklanjuti sejumlah temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai kredit usaha rakyat tahun 2019.
Dalam dokumen paparan kepada Badan Akuntabilitas Keuangan Negara hari ini (23/11/2020), BNI menyampaikan telah melakukan penyempurnaan aplikasi eLO produktif berupa validasi NIK debitur yang terintegrasi dengan server Dukcapil. Langkah ini dilakukan guna menindaklanjuti temuan BPK soal adanya data debitur KUR BNI dalam sistem informasi kredit program yang tercatat memiliki nomor identitas tidak sesuai ketentuan.
Terkait temuan adanya penyaluran KUR yang terindikasi melebihi akumulasi plafon dan jangka waktu, sebagai tindak lanjutnya sedang dilakukan pengembangan sistem berupa requirement stopper untuk memastikan fasilitas debitur tidak melebihi akumulasi plafon KUR dan sesuai dengan jangka waktu kredit yang telah ditentukan.
"Terhadap kredit yang melebihi akumulasi plafon/jangka waktu, sebagian telah dilakukan konversi ke kredit komersial," demikian dikutip dari paparan BNI.
Perseroan juga memastikan syarat penerima KUR harus sesuai dengan data kependudukannya yang terverifikasi melalui NIK. Dalam hal pengawasan, perseroan secara terus menerus melakukan peningkatan kompetensi petugas.
Berikutnya, BPK juga menemukan pembayaran imbal jasa penjaminan (IJP) BNI kepada perusahaan penjaminan sebesar Rp10,20 miliar tidak sesuai perjanjian kerja sama. Atas temuan tersebut, BNI menyampaikan pembayaran IJP kepada perusahaan penjaminan dilakukan secara tahunan dan dibayar di muka, berdasarkan sistem host to host antara perseroan dengan perusahaan penjaminan.
BNI juga dalam proses melakukan rekonsiliasi dengan perusahaan penjaminan atas pembayaran IJP BNI sebesar Rp10,2 miliar dan diperhitungkan dengan data yang belum terverifikasi. Perseroan juga melakukan koordinasi dengan perusahaan penjaminan untuk melakukan pengembangan sistem pembayaran IJP yang terintegrasi secara online.
Kemudian, temuan lain BPK yakni soal pemberian KUR Cluster sawit Desa Senyiur sebesar Rp42,65 miliar pada BNI Cabang Samarinda tidak sesuai ketentuan.
BNI pun menyampaikan temukan ini sudah ditindaklanjuti lewat rekonsiliasi dengan Kemenkop atas penerimaan subsidi bunga dan berkoordinasi untuk melakukan pengembangan. Selain itu, BNI tetap melakukan upaya penyelesaian dengan pendudukan kembali skema pembiayaan.
"Terhadap personalia terkait telah dikenakan sanksi sesuai ketentuan. Secara kontinyumelakukan improvement terhadap kompetensi petugas," papar perseroan.
BNI menyatakan, kebijakan skema penyaluran KUR pola cluster harus dilengkapi dengan penyediaan collection agent dan offtaker, serta melibatkan unit risiko kredit. Perseroan juga memperkuat proses kredit melalui credit disipline program yang melibatkan unit risiko kredit.
Berikutnya, BPK juga menemukan adanya pengajuan subsidi bunga KUR oleh BNI yang tidak sesuai ketentuan serta pengajuan klaim debitur UKM dalam kualitas aset diragukan (kol 4) serta pengelolaan recoveries atas hak subrogasi yang belum optimal. Terkait subsidi bunga, BNI tengah melakukan penyempurnaan sistem dalam pengiriman data akad transaksi ke SIKP, serta sedang dilakukan penelitian terkait perhitungan yang tidak sesuai ketentuan serta melakukan pengembalian dana atas kelebihan bayar kepada Kemenkop.
"Terkait pengajuan klaim, telah dilakukan rekonsiliasi klaim dengan asuradur secara berkala minimal 1 kali dalam 3 bulan. Telah dikembangkan sistem pengelolaan recoveries atas hak subrogasi secara online dan implementasi pelaksanaannya akan ditingkatkan," demikian ditulis BNI dalam paparan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel