Bisnis.com, JAKARTA - Iklim usaha teknologi finansial (tekfin/fintech) akan lebih berkembang apabila Rancangan undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) segera disahkan.
Hal ini terungkap dalam riset MicroSave Consulting (MSC) Indonesia dalam diskusi virtual Pekan Fintech Nasional 2020 bertajuk 'Dampak Covid-19 Terhadap Industri Fintech', Selasa (24/11/2020).
Grace Retnowati, Country Director MSC Indonesia menjelaskan hal ini demi kejelasan dan kepastian bagi pelaku usaha, yang kini pun masih menyesuaikan proses bisnis dan algoritma credit scoring mereka masing-masing di era new normal.
"Selain itu, perlu adanya akses yang sama dan konsisten terhadap database identitas ID nasional demi iklim persaingan usaha yang sehat dan membantu menurunkan biaya akuisisi pelanggan," jelasnya.
Untuk perusahaan fintech itu sendiri, tantangan yang dilihat oleh MSC, yaitu fintech harus terus mencari kemitraan dan membangun kolaborasi memperkaya use case baru.
"Selain kolaborasi, kami juga melihat adanya potensi agar fintech-fintech dari beberapa jenis sebenarnya bisa merger saja atau konsolidasi, untuk saling melengkapi karena di era new normal ini likuiditas masih jadi kunci bertahan hidup," tambah Grace.
Pasalnya, MSC melihat kebanyakan fintech startup atau yang masih dalam tahap awal hanya memiliki runway kurang dari enam bulan, didorong penurunan pendapatan akibat pandemi.
Padahal, kini investor lebih berhati-hati, lebih rasional, dan selektif, kendati optimistis bahwa pertumbuhan fintech, bahkan yang masih dalam tahap startup sekalipun.
"Secara umum investor masih optimistis, buktinya 5 fintech masih bisa mendapatkan pendanaan hingga US$52 juta di beberapa bulan pertama 2020. Namun, kini mereka memperhatikan betul bagaimana fintech startup dalam mengelola arus kas agar tetap positif. Para investor juga mempertimbangkan langkah-langkah mitigasi risiko lebih ketat daripada sebelum pandemi," ungkapnya.
Sementara itu, Grace juga mencontohkan beberapa kebijakan pemerintah di tengah pandemi Covid-19 telah berpengaruh pada industri fintech. Beberapa yang berpengaruh positif di antaranya kolaborasi fintech equity crowdfunding dengan KSEI.
Selain itu, ada relaksasi kredit yang ternyata dimanfaatkan perbankan yang menjadi pemberi pinjaman (lender) institusi fintech peer-to-peer lending untuk melakukan restrukturisasi kepada peminjam dana (borrower) platform.
Sehingga hal ini berdampak secara tidak langsung kepada kinerja fintech peer-to-peer lending karena ikut menjaga kinerjanya terhadap kredit bermasalah.
Yang berpengaruh netral di antaranya program kartu prakerja yang memanfaatkan fintech pembayaran, dan relaksasi pembayaran premi asuransi. Sementara yang berdampak negatif, yaitu pembebasan listrik dan premi BPJS karena menurunkan jumlah transaksi fintech pembayaran.
"Oleh sebab itu, fintech perlu dilibatkan dalam rangka pemulihan ekonomi nasional. Misalnya, dalam penyaluran dana program-program bantuan sosial atau pinjaman KUR. Hal ini terutama demi mendongkrak runway mereka sehingga mampu bernafas lebih panjang," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel