Bisnis.com, JAKARTA -- Penempatan uang negara di Bank Pembangunan Daerah (BPD) menimbulkan pro kontra di kalangan anggota dewan yang menimbang risiko dan keuntungan dari program tersebut.
Adapun dari penempatan uang negara Rp64,5 triliun, sebanyak Rp14 triliun telah disalurkan ke 11 BPD. Per 20 November, penyaluran kredit pada BPD telah mencapai Rp30,12 triliun dari target sebesar Rp28 triliun atau leverage 2,15 kali.
Dari penyaluran tersebut, sebanyak Rp8,58 triliun atau 29,6 persen dari realisasi disalurkan ke sektor rumah tangga, Rp5,26 triliun atau 18,11 persen ke perdagangan besar dan eceran, Rp4,78 triliun atau 16,5 persen ke sektor konstruksi, Rp1,95 triliun atau 6,7 persen ke sektor industri pengolahan, dan Rp1,32 triliun atau 4,6 persen ke perantara keuanagn, dan Rp4,05 triliun atau 14 persen ke bukan lapangan usaha lainnya.
Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Demokrat Vera Febyanthy mengatakan penempatan uang negara yang ditaruh di BPD mesti mendapatkan perhatian lebih agar tidak salah penyaluran.
Pasalnya, penempatan uang negara dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional (PEN) penyaluran kreditnya harus mengutamakan UMKM, tidak untuk kredit konsumer seperti perumahan.
Vera menilai, apabila kredit BPD dari program penempatan uang negara disalurkan ke program padat karya seperti proyek infrastruktur dinilai terlalu memiliki risiko. Penempatan uang negara di BPD pun ditakutkan tidak dipakai sesuai aturan.
"Kami mohon OJK lakukan early warning system untuk mengawasi ini, mengawasi secara program, untuk BPD Jawa Barat, ada pemberian bantuan kredit mikro ke komunitas rumah ibadah. Pertanyaannya yang dapat kredit pengurus atau rumah ibadah itu sendiri, ini jelas bahaya sekali, fokuskan saja untuk UMKM," katanya dalam rapat dengar pendapat (RDP) Rabu (25/11/2020).
Menurutnya, ada sejumlah bank daerah yang sudah terpapar risiko pandemi Covid-19. Penempatan uang negara diharapkan bukan sekedar bagi-bagi ke daerah. Program ini diharapkan ditempatkan untuk program pemulihan ekonomi nasional.
"Ketika dapat dana ini kan penugasan dari pemerintah, seakan-akan dapat dana turun begitu saja, perlu dilakukan kajian lebih lagi ke depannya jangan sampai uang dihambur-hamburkan," katanya.
Sebaliknya, anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS Ecky Awal Muharram mengatakan justru menilai penempatan uang negara di BPD masih kurang. BPD dinilai harus diberikan kepercayaan dalam bentuk penempatan uang negara sehingga mampu mendorong perekonomian daerah.
Bahkan, penempatan uang negara di BPD juga dinilai seharusnya bukan sebatas tepat sasaran atau peraturan yang ketat. Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) sekalipun, lanjutnya, masih mencatatkan pertumbuhan kredit di bawah 5 persen meskipun mendapatkan penempatan uang negara dalam jumlah besar.
Alih-alih mempertanyakan realisasi penempatan uang negara di BPD, kinerja Himbara dalam memanfaatkan program tersebut dinilai sebaiknya juga dipersoalkan.
"Tidak mudah menciptakan demand saat permintaan pinjaman menurun, kita harus berikan kelonggaran kepada BPD untuk create demand apalagi jangka waktu penempatan dana pemerintah tidak terlalu panjang," sebutnya.
Soal pengawasan, dia menilai adanya OJK dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) akan melakukan pengawasan terhadap penempatan uang negara tersebut. Daripada mempertanyakan hasil penyaluran, semua pihak dinilai harus mendorong tingkat kesehatan BPD.
"Kesulitan pemerintah untuk salurkan kredit melalui bank Himbara, harusnya terima kasih BPD masih siap dan tinggal dikontrol BPKP dan OJK. Bahkan jumlahnya perlu ditambah dan diperpanjang tetapi harus tetap lihat kesehatan masing-masing bank," katanya.
Ketua Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) Supriyatno mengajukan 11 BPD yang ingin mendpatkan penempatan uang negara dengan total Rp5,1 triliun. Bank-bank yang mengajukan PUN tersebut ingin mengelola dana murah karena me-leverage pembiayaan dengan bunga murah. Bagi BPD, penempatan uang negara ini membantu turunkan cost of fund.
Meskipun demikian, dia menegaskan, BPD tersebut tidak hanya ingin memanfaatkan bunga rendah. Pasalnya dengan melakukan leverage kredit dua kali lipat itu juga sudah cukup berisiko bagi bank.
"Keinginan kami bukan hanya memanfaatkan bunga rendah, leverage dua kali kami juga ada risiko, dan ini panggilan sebagai bank pembangunan daerah, perhatian DPR terhadap Asbanda mudah-mudahan membawa berkah," sebutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel