Bisnis.com, JAKARTA — Pendataan peserta program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) dinilai berpotensi menghadapi kendala seperti pendataan peserta Penerima Bantuan Iuran atau PBI di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati menjelaskan bahwa Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menentukan kepesertaan JKP ada di tangan pemerintah. Hal tersebut berawal dari penentuan pembayaran iuran oleh pemerintah.
Pasal 46C ayat (1) Undang-Undang (UU) tersebut mengatur bahwa peserta JKP adalah setiap orang yang telah membayar iuran. Lalu, ayat (2) menentukan bahwa iuran itu dibayarkan oleh pemerintah, melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
"Dengan demikian, maka keikutsertaan dalam program ini akan sangat bergantung kepada data kepesertaan yang dibuat oleh pemerintah. Kalau berkaca ke pendataan yang terjadi di program lainnya, ada masalah yang sangat besar," ujar Kurniasih pada Kamis (26/11/2020).
Menurutnya, pernyataan itu merujuk kepada pendataan peserta PBI di BPJS Kesehatan. Individu-individu miskin dan kurang mampu dimasukkan ke dalam Data Terpadu Kementerian Sosial (DTKS) secara berkala, data itu kemudian digunakan oleh BPJS Kesehatan untuk menentukan peserta PBI.
Setiap waktunya, terdapat perubahan jumlah DTKS karena adanya pergerakan tingkat penghasilan, kelahiran, dan kematian. Namun, proses pemadanan data (data cleansing) akibat perubahan itu kerap menjadi masalah, sehingga banyak peserta PBI yang tidak sesuai kriteria,
"Bahkan, hingga saat ini, proses data cleansing di BPJS Kesehatan saja masih berlangsung dan belum dapat dipastikan kapan selesainya. Harus dipastikan bahwa yang akan menerima JKP adalah orang yang berhak," ujar Kurniasih.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel