APPI Jamin Risiko Bisnis Industri Pembiayaan Masih Terjaga, Ini Buktinya

Bisnis.com,26 Nov 2020, 19:52 WIB
Penulis: Aziz Rahardyan
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia Suwandi Wiratno (kiri) berbincang dengan Chief Risk Officer Akseleran Elquino Simanjuntak di sela-sela diskusi Digital Economic Forum /Bisnis - Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menekankan bahwa risiko bisnis perusahaan pembiayaan atau multifinance di era new normal masih terjaga.

Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno menjelaskan bahwa industri telah membuktikan diri mampu menjaga kepercayaan para investor, terutama di tengah masa-masa sulit menjaga likuiditas akibat pandemi Covid-19.

"Kalau bicara risiko, di tengah pandemi ini bukan cuma multifinance yang berisiko. Justru ini waktunya perbankan dan para investor pasar modal masuk ke perusahaan pembiayaan, karena kita ini sudah lebih baik, kita punya alat monitor para debitur, kita sudah semakin minim risiko daripada sebelumnya," jelasnya kepada Bisnis, Kamis (26/11/2020).

APPI meyakinkan bahwa seluruh anggotanya bergabung dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) besutan OJK pada April 2019, ditopang pula dengan adanya sistem daftar agunan atau asset registry

Nantinya, sistem ini bisa menjadi sharing data antar perusahaan pembiayaan, juga bisa digunakan oleh pihak-pihak terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator, dan bank yang ingin mengawasi kinerja multifinance yang didanainya.

Integrasi data ini merupakan upaya pengawasan kepada para anggotanya, sekaligus meminimalisasi risiko kredit bermasalah atau nonperforming financing (NPF) dari nasabah.

Sekadar informasi, pendaftaran aset perusahaan pembiayaan ini terangkum dalam PT Rapi Utama Indonesia (RAPINDO), badan usaha yang seluruh sahamnya dimiliki oleh APPI.

RAPINDO kini telah sanggup memberikan akses verifikasi data, nomor telepon, riwayat pembiayaan nasabah, selain tentunya daftar aset agunan itu sendiri.

Pendirian RAPINDO diprakarsai oleh sejumlah pengurus asosiasi guna menghindari terjadinya pembiayaan ganda yang terjadi akibat terbatasnya informasi atas jaminan aset yang dibiayai.

"Sekarang sudah ada sekitar 60 persen dari total seluruh kontrak pembiayaan yang terhubung. Sekitar 42 perusahaan, terutama yang besar-besar, sudah banyak yang masuk dan terintegrasi," jelasnya.

Suwandi menggambarkan bahwa perbaikan ini mengacu pada fenomena pada 2015, bahwa multifinance independen menengah dan kecil sampai sekarang pun masih sulit mendapatkan kepercayaan bank untuk mendapatkan pendanaan.

Hal ini akibat ditemukannya kasus praktik penjaminan ganda (double pledging) dari beberapa oknum multifinance.

Di antaranya, Kembang 88 Finance, Arjuna Finance, dan Sun Prima Nusantara Pembiayaan, di mana ketiganya telah mendapat hukuman Otoritas Jasa Keuangan (OJK) lewat pencabutan izin dan telah dinyatakan pailit.

"Jadi pada pada 2005 sampai 2015, kita pernah merasakan kepercayaan bank yang tinggi kepada industri pembiayaan, walaupun sistem pengawasannya belum ketat. Maka, dengan sistem pengawasan yang lebih baik, harapannya kepercayaan bank ke multifinance kecil bisa pulih kembali," tambahnya.

Pasalnya, menurut Suwandi, ekosistem multifinance menengah dan kecil tetap perlu dipertahankan, karena mampu menjadi pelengkap segmen masyarakat tertentu. Misalnya, di pangsa pasar kredit kendaraan bekas.

Oleh sebab itu, APPI yakin kepercayaan para pendana, terutama pihak perbankan akan tetap ada, karena industri multifinance masih punya peluang bangkit, dengan ekosistem yang kian aman dan mitigasi risiko yang lebih ketat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ropesta Sitorus
Terkini