Bisnis.com, JAKARTA - Ketidakpastian yang masih menyelimuti kondisi pasar modal berimbas pada penurunan nilai investasi industri asuransi. Bagaimana nasib prospek produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit-linked?
Pengamat Asuransi sekaligus Dosen Program MM-Fakuktas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Kapler A Marpaung mengingatkan para perusahaan asuransi dan nasabah, jangan tergiur dengan istilah 'time to buy' di tengah kondisi pasar modal yang masih turun ini.
Seperti diketahui, dengan asumsi pandemi yang mereda dan peningkatan kinerja pasar modal, membeli unit linked atau produk bundle yang terdiri dari proteksi dengan investasi ini memang masuk akal. Namun, menurut Kapler, ini bukanlah fokus utama di era new normal ini.
"Dalam konteks sebagai investor langsung di pasar modal, bolehlah kita pakai strategi time to buy. Tapi ini kan industri asuransi nasional sedang mengalami tekanan, image industri juga sedang tidak baik. Jadi saat ini fokusnya, ya, untuk memulihkan kepercayaan dulu," ujarnya kepada Bisnis, Minggu (29/11/2020).
Oleh sebab itu, menurut Kapler, prioritas perusahaan asuransi baiknya menawarkan produk PAYDI yang memiliki prioritas lebih konservatif kepada para nasabah, dengan underlying asset seperti reksadana pasar uang atau obligasi, dan menghindari instrumen berisiko tinggi seperti saham.
"Pulihnya kepercayaan itu parameternya bukan seberapa tinggi imbal hasil atas investasi Unit Link. Bukan. Tapi sejauh mana nanti semua asuransi bisa membayar kewajibannya sesuai jatuh tempo polis atau investasi," tambahnya.
Terlebih, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana memberikan kelonggaran bagi perusahaan yang memenuhi syarat untuk menjual PAYDI secara online.
Alhasil, dengan masih adanya ketidakpastian kondisi perekonomian dan pasar modal, jangan sampai ramainya penjualan PAYDI akibat berbagai kemudahan yang ada, justru berimbas pada misselling, hingga kembali maraknya kasus gagal bayar.
"Jadi harus bisa menahan diri untuk tidak menawarkan produk PAYDI yang jor-joran dengan janji tingkat imbal hasil tinggi. OJK juga hrs mengawasi dan membuat, misalnya, sementara jangan mengizinkan underlying aset Unit link di saham, untuk jangka pendek. Saat ini fokuslah untuk pembenahan produk dan membangun kepercayaan masyarakat, serta mengedukasi mereka," tutupnya.
Sekadar informasi, berdasarkan data OJK per Oktober 2020, nilai investasi asuransi komersial tercatat turun 3,8 persen (year-on-year/yoy) di angka Rp546,9 triliun, dari periode Oktober 2019 di angka Rp568,3 triliun.
Penurunan nilai investasi pada asuransi jiwa, yang merupakan segmen penjual PAYDI, bahkan mencapai 5,1 persen (yoy) karena hanya berada di angka Rp452,69 triliun, dari sebelumnya Rp477,23 triliun per Oktober 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel