Modal Ventura Ungkap Alasan Investasi ke Pertanian dan Agritech

Bisnis.com,01 Des 2020, 19:26 WIB
Penulis: Aziz Rahardyan
Ilustrasi/investama.co.id

Bisnis.com, JAKARTA - Kendati sektor pertanian terbukti menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi Indonesia, pembiayaan investasi atau modal kerja ke sektor ini tampak masih sulit berkembang akibat dinilai masih berisiko tinggi.

Namun, industri modal ventura ternyata melihat peluang baru dan lebih terbuka terhadap sektor ini beserta segmen turunannya, dibandingkan dengan lembaga jasa keuangan lainnya.

Bendahara Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amsevindo), sekaligus Co-Founder & Managing Partner Ideosource VC dan Gayo Capital Edward Ismawan Chamdani mengungkap hal ini kepada Bisnis, Selasa (1/12/2020).

"Buktinya, sudah banyak anggota kami yang ke sektor pertanian hilir, di ranah demand generation atau pembeli seperti ikut pendanaan ke Sayurbox, TaniHub, eTani, dan ada juga yang fokus ke fintech-nya. Memang yang fokus ke up-stream lebih sedikit, tapi sudah mulai banyak, termasuk kami di Gayo Capital," ungkapnya.

Edward menggambarkan bahwa modal ventura bisa masuk ke sektor hulu sampai hilir sektor pertanian karena sifat pendanaannya yang fleksibel. Berbeda dengan perbankan, multifinance, dan fintech peer-to-peer lending yang menilai sektor ini lebih berisiko karena menyalurkan dana secara langsung.

"Memang sektor ini sulit [mendapat pendanaan] karena biasanya lembaga keuangan itu hanya mau memberikan pendanaan ketika perusahaan itu sudah besar, dan tidak mau masuk ke working capital. Makanya, agrikultur itu cocok sekali dengan metode venture debt dari MV," tambahnya.

Edward mencontohkan Gayo Capital pun masih menyasar para perusahaan unbankable. Namun, dengan venture debt, MV sanggup memberikan modal tahap awal kepada para perusahaan rintisan di sektor pertanian, dengan imbalan pembagian saham di waktu dan harga tertentu.

"Jadi sama-sama menguntungkan. Kami bisa ikut membantu mereka sampai besar, sampai layak mendapatkan kredit perbankan. MV sendiri mendapatkan gain dari harga ekuitas mereka dengan lebih murah, karena bisa kami konversikan sampai 12 bulan setelah perjanjian," ungkapnya.

Gayo Capital sendiri telah merealisasikan metode ini di dalam portofolionya, contohnya kepada perusahaan kakao di Lampung, perusahaan ekspor hasil kelapa, dan lini bisnis proses bisnis dari berbagai komoditas pertanian tersebut.

Di luar itu semua, Edward pun mengungkap sektor ini terus dilirik, karena para perusahaan MV sendiri menganggap bahwa pendanaan ke pertanian merupakan upaya industri ikut memberikan dampak jangka panjang terhadap agenda Sustainable Development Goals.

"Buktinya, kami di Gayo Capital sudah, BRI Ventures lewat Sembrani Nusantara itu fokus juga ke agrikultur, Kejora Ventures juga punya konsep yang menarik buat sektor ini. Jadi, selain karena pemerintah juga mengimbau agar makin banyak pendanaan ke pertanian, sustainable dan circular economy memang sedang populer buat MV," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini