Bisnis.com, JAKARTA -- Perjanjian kerja sama kredit sindikasi masih cukup marak meski tidak mampu mendongkrak pertumbuhan pembiayaan tahun ini.
Pada tahun depan, tren ini diperkirakan masih berlanjut seiring dengan belum banyaknya kepastian proyek besar serta belanja investasi pemerintah yang terbatas.
Berdasarkan data Bloomberg, perjanjian kerja sama kredit sindikasi sudah mulai melemah sejak tahun lalu. Perjanjian kredit sindikasi yang bertahan tiga tahun berturut-turut di kisaran US$32 miliar sejak 2016, sontak turun US$26,98 miliar pada 2019.
Pada masa pandemi tahun ini, perjanjian kredit sindikasi tercatat hanya US$20,98 miliar per Desember. Sempat terjadi peningkatan perjanjian pada kuartal ketiga, tetapi tetap tidak membuat kredit bank umum tumbuh positif.
Dalam perkembangan lain, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) 109/2020. Dengan Perpres ini, pemerintah lagi-lagi merevisi Program Strategis Nasional (PSN) untuk ketiga kalinya. Dari awal sebanyak 225 proyek dan 1 program kini jadi sebanyak 201 proyek dan 10 program.
Ekonom Senior Indef Aviliani menuturkan perjanjian kredit sindikasi yang rampung tahun ini tak banyak mendorong fungsi intermediasi. Pelaku usaha hanya menjalin kerja sama dan belum menggunakan fasilitas kredit yang tersedia pada tahun ini.
Untuk tahun depan, dia pun memperkirakan kerja sama sindikasi masih tetap menantang. "Tahun depan masih akan menantang. Kemungkinan akan sama, perjanjian kerja sama tidak akan serta merta mengerek fungsi intermediasi riil perbankan," tuturnya, Selasa (8/12/2020).
Dia menuturkan kepercayaan konsumsi masyarakat masih menjadi perhatian utama bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kapasitas produksinya.
Tak sekadar pengadaan vaksin, kepercayaan konsumsi perlu didongkrak dengan pendistribusian secara cepat tanpa menimbulkan efek samping kesehatan lain di masyarakat.
Di samping itu, dia menuturkan belanja pemerintah juga tidak begitu agresif untuk mendorong investasi tahun depan juga menjadi penghambat kredit sindikasi.
"Terkait dengan belanja, ini juga akan terhambat dari pola belanja pemerintah yang menumpuk pada akhir tahun, sehingga akan banyak pula proyek yang akhirnya tidak optimal," sebutnya.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menuturkan pemulihan ekonomi dengan vaksin masih menjadi pertimbangan utama pemulihan ekonomi riil sekaligus perjanjian dan penyaluran kredit sindikasi.
Pasalnya, meski perbankan saat ini memiliki daya saing cukup baik dari sisi ketersediaan likuiditas disertai dengan penawaran suku bunga lebih rendah tetapi prospek ekonomi menjadi faktor penghambat utama fungsi intermediasi.
"Jika pemulihan kondisi ekonomi berjalan lambat, kemungkinan kinerja kredit sindikasi tahun depan pun masih akan terbatas," katanya.
Meski demikian, dia menuturkan perbankan masih tetap dapat memanfaatkan beberapa sektor untuk optimalisasi kredit sindikasi tahun depan.
"Proyek besar masih seputar proyek infrastruktur pemerintah dan pipeline bank besar yang belum terealisasi masih bisa dimanfaatkan," katanya.
Di samping proyek pemerintah, Trioksa menuturkan prospek perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dapat mulai dimanfaatkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel