Okupansi Perhotelan di Sumbar 2021 Diprediksi Masih Rendah

Bisnis.com,27 Des 2020, 11:58 WIB
Penulis: Noli Hendra
Pantai Padang, Sumatra Barat./Bisnis/Noli Hendra

Bisnis.com, PADANG – Okupansi perhotelan di Provinsi Sumatra Barat pada 2021 diprediksi masih rendah akibat pandemi Covid-19.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sumbar Maulana Yusran mengatakan perjalanan pemulihan ekonomi perhotelan di posisi stabil terbilang masih panjang.

"Perhotelan di Sumbar ini, bisa dikatakan 40 persen penghasilannya dari belanja pemerintah yakni sewa meeting room-nya, sisanya dari tamu yang menginap. Sementara APBD pemerintah itu normalnya baru di bawah bulan Maret," kata Yusran ketika dihubungi Bisnis di Padang, Minggu (27/12/2020).

Dia menjelaskan untuk belanja pemerintah itu Januari-Maret itu biasanya anggaran pemerintah belum cair sehingga kegiatan-kegiatan pemerintah yang berkaitan dengan perhotelan belum ada yang jalan. Artinya kondisi perhotelan Januari-Maret itu memang sepi.

Tak hanya itu, ia menjelaskan tamu yang menginap pun sangat sedikit karena masa liburan mereka telah habis terutama di bulan Januari. Kondisi inilah yang membuat PHRI prediksi bahwa okupansi hotel di 2021 masih rendah. Artinya pandemi masih memberikan dampak pada tahun mendatang.

"Sekarang kita melihat ke kondisi tahun ini, dari Januari-Desember 2020 okupansi hanya 35 persen. Jadi memang cukup rendah," tegasnya.

Menurutnya, bila melihat pada tahun lalu okupansi bisa mencapai 51 persen. Artinya telah terjadi penurunan yakni sebesar 16 persen di tahun ini. Dengan demikian, jika kondisi pandemi Covid-19 belum terkendali dengan baik, maka tahun depan okupansi hotel di Sumbar dipastikan belum bisa membaik dan bahkan masih rendah.

"Kondisi itu memang menjadi tantangan terberat bagi pelaku usaha perhotelan di Sumbar khususnya," ujar dia.

Yusran menyebutkan asosiasi belum melihat ada pemulihan pada Januari-Maret tahun depan. Kemungkinan, dia menyebut kondisi baru mulai membaik pada April 2021 sehingga diharapkan ada peningkatan okupansi atau kegiatan-kegiatan dari pemerintah.

Pelaku usaha yang awalnya merasa mendapat angin segar dengan adanya tidak ada lagi kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang artinya boleh melakukan perjalanan jauh dengan mewajib surat negatif Covid-19. Nyatanya ada kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengganggu dari orang ingin melakukan perjalanan jarak jauh itu.

"Soal vaksin Covid-19 bukan obat, tapi menjadi bagian tambahan dari 3M dan protokol kesehatan. Namun bukan berarti dengan telah mengikuti semua itu, rencana-rencana wisatawan misalnya bakal berjalan sesuai agenda," sebutnya.

Yusran menyebutkan hal itu dikarenakan adanya kebijakan pemerintah yang tidak konsisten alias terus berubah-ubah. Ketika suatu keluarga ingin melakukan perjalanan jarak jauh, ternyata ada kebijakan pemerintah yang membuat agenda perjalanan itu harus diubah.

Misalnya soal liburan akhir tahun yang dijanjikan oleh pemerintah sebagai pengganti liburan lebaran, ternyata mereka tidak bisa menikmati liburan lebaran lalu di akhir tahun ini. Padahal mereka telah merancang dana, waktu, dan reservasi juga.

Namun di informasi jelang akhir tahun dari pemerintah, soal rencana liburan akhir tahun sebagai pengganti liburan lebaran tidak bisa terwujud.

"Akibatnya semua rencana itu di hapus saja. Nah hal semacam ini yang berdampak kepada dunia pariwisata termasuk itu bagi pelaku usaha perhotelan," ungkapnya.

Untuk itu, PHRI berharap berharap pada 2021 pemerintah khususnya bisa memaksimalkan belanjanya. Dimana yang biasanya mengejar setoran jelang tutup tahun, pemerintah mulai bergerak di awal-awal seperti Maret-April dan hingga penutupan tahun.

"Kita masih melihat jika pengelolaan anggaran menggerakan ekonomi, harus maksimal sejak dari Maret atau April. Sehingga tidak terjadi penumpukan akhir tahun. Kalau biasanya itu malah jelang penutupan tahun, mereka giat membelanja anggaran," sebut Yusran.

Alasan PHRI menyoroti soal belanja pemerintah itu karena kontribusi yang diberikan dari belanja pemerintah tersebut cukup besar yakni 40 persen. Dalam melaksanakan kegiatan hotel itu, PHRI sangat memperhatikan soal protokol kesehatan karena kapasitas tamu di sebuah ruangan itu maksimal sebesar 50 persen dari hari biasanya.

"Biasanya 3.000 tamu, dan sekarang karena Covid-19 hanya 1.500 tamu saja. Ini adalah cara supaya usaha perhotelan tetap bisa bernafas. Nah kita berharap 2021 nanti, kegiatan sudah bisa di-start dari awal dan tidak menumpuk di akhir tahun," pinta Yusran.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Amanda Kusumawardhani
Terkini