Bisnis.com, JAKARTA - Kolaborasi lembaga jasa keuangan (LJK), baik bank maupun nonbank, hingga teknologi finansial, bakal jadi kunci tumbuhnya penyaluran kredit yang sebelumnya sempat loyo akibat terdampak pandemi Covid-19.
Ekonom Senior Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengingatkan peran belanja pemerintah juga besar dampaknya. Terutama berhubungan dengan kredit modal kerja untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
"Cara kita memperlakukan UMKM sudah harus berubah. Harus ada upaya pemerintah membentuk supply-chain buat mereka, karena yang sudah berjalan, ambil contoh, sekarang ada kredit usaha rakyat [KUR] tapi tidak spesifik betul. Maka, jangan kaget kalau penyalurannya 60 persen itu larinya ke UMKM sektor perdagangan," ungkapnya kepada Bisnis, Kamis (31/12/2020).
Tentunya, hal ini karena LJK pasti memilih sektor yang paling minim risiko, perdagangan salah satunya. Inilah alasan pentingnya memberikan insentif berbeda ke UMKM di hulu atau sektor produksi, serta melibatkan mereka dalam supply-chain.
"Salah satu rencana pemerintah agar UMKM yang bermitra itu mendapatkan insentif lebih besar, itu bagus. Trigger-nya bisa dimulai lewat pengadaan proyek pemerintah. Contoh, belanja untuk infrastruktur itu salah satu yang tinggi pada 2021. Bisa dong, memastikan kalau perusahaan yang ikut tender itu harus menggandeng dan mengikutsertakan UMKM," tambahnya.
Menurutnya, perlu diingat penyaluran kredit buat UMKM bukanlah semata solusi untuk mempercepat kebangkitan mereka selaku tulang punggung ekonomi.
Aviliani menyatakan jangan sampai hanya sembarang menyalurkan, tanpa ada juntrungannya. Inilah kenapa ekosistem supply-chain besar yang menaungi UMKM urgen untuk cepat dibangun.
Syahdan, apabila ekosistem telah terbentuk, lembaga jasa keuangan di luar perbankan seperti multifinance, pembiayaan mikro, hingga fintech peer-to-peer (P2P) lending, bisa ikut mengambil porsi untuk mendukung UMKM tersebut.
"Jangan lupa, ini butuh tangan pemerintah. Sekarang ini kenapa bunga untuk UMKM sampai sekarang masih tinggi? Karena risiko mereka dianggap besar. Ekosistem akan membantu mengatasi hal ini," ujarnya.
Aviliani mencontohkan, ke depan pemerintah bisa mengutamakan pengadaan barang dan jasa buat UMKM dan ikut menghadirkan ekosistem pembinaan sektoral yang menyeluruh.
Selain itu, terus menggalakkan dana pemulihan ekonomi dari perbankan pelat merah untuk tersalurkan secara chanelling ke para lembaga pembiayaan intermediasi tersebut.
"Data, itu yang bisa dimanfaatkan para lembaga keuangan, data jadi kuncinya. Itulah gunanya ekosistem. Menurut saya penggerak utama ekonomi 2021 masih ada di anggaran negara. PR-nya tinggal bagaimana belanja pemerintah bisa langsung cepat terealisasi pada awal 2021," tutupnya.
Oleh sebab itu, data, digitalisasi, serta pelibatan para pemain di industri teknologi, jadi solusi terdepan yang harus ikut ditopang semua stakeholder.
Terutama buat para LJK, untuk mengambil momentum ke depan. Di mana makin banyak pasar kredit produktif maupun konsumtif di ranah digital yang potensial untuk digarap.
"Ini juga berlaku untuk multifinance yang kebanyakan ditopang sektor konsumtif, apalagi buat perusahaan yang bukan afiliasi perbankan, pasti masih akan berat setelah pandemi ini, terutama soal pendanaan. Jadi, ikut kolaborasi lewat ekosistem akan membantu dalam pendanaan, juga diferensiasi pangsa pasar dari pemain lain yang lebih kuat," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel