Bank Syariah Indonesia (BRIS) Berpotensi Bawa 'Efek Bola Salju'

Bisnis.com,10 Jan 2021, 14:06 WIB
Penulis: M. Richard
Ilustrasi lembaga keuangan syariah./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA -- Perkembangan ekonomi syariah sepanjang 2021 akan sangat ditentukan kondisi perekonomian secara makro dan pengendalian pandemi Covid-19. Meski begitu, sejumlah tren positif terkait perkembangan ekonomi syariah beberapa waktu terakhir dapat menjadi katalis agar industri ini bisa tumbuh pesat pada tahun ini.

Direktur Utama Indonesia Development and Islamic Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyampaikan salah satu hal yang bisa menyebabkan pertumbuhan ekonomi syariah melejit adalah rencana merger tiga bank syariah anak usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT Bank BRIsyariah Tbk., PT Bank BNI Syariah, dan PT Bank Syariah Mandiri.

Penggabungan usaha tiga bank syariah milik bank BUMN ini rencananya selesai pada 1 Februari 2021.

"Ada beberapa tren positif ekonomi syariah terkini, terutama konsolidasi perbankan syariah dengan merger 3 BUS BUMN,dan perkembangan pasar modal syariah yang semakin pesat, terutama penerbitan sukuk negara," ujar Yusuf, Minggu (10/1/2020).

Dia menegaskan kehadiran bank hasil merger yang bernama PT Bank Syariah Indonesia Tbk., membuat Indonesia memiliki bank syariah bermodal dan beraset besar, yang dapat membawa snowball effect pada perkembangan industri keuangan syariah.

Dampak positif kehadiran Bank Syariah Indonesia terhadap perkembangan industri keuangan syariah akan tergantung dari keseriusan pemerintah memperbesar dan mengembangkan kapasitas bank ini ke depannya.

Oleh karena itu, Yusuf berharap agar pemerintah serius terus mendukung keberadaan Bank Syariah Indonesia sehingga nantinya dapat masuk dalam kategori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) IV, atau kelompok bank-bank bermodal inti terbesar.

“Misal, tanpa tambahan injeksi modal, modal BSI ada di kisaran Rp20 triliun. Itu artinya belum bisa menjadi Bank BUKU IV. Tentu dampak BSI akan lebih optimal jika modalnya ditambah agar bisa naik kelas jadi Bank BUKU IV,” ujarnya.

Dia juga menambahkan tahun ini masih banyak tantangan yang harus dihadapi untuk mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi syariah. Sebagai contoh, kehadiran Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang awalnya banyak membantu akselerasi industri perbankan dan keuangan syariah kini justru mengambil ceruk investor ritel.

Masuknya investor ritel untuk membeli SBSN secara tidak langsung memberi tekanan ke perbankan syariah. "Sukuk negara kini lebih banyak head to head dengan perbankan syariah dalam penghimpunan DPK, terutama melalui sukuk dana haji dan sukuk ritel, ini tentu tidak diharapkan,” tuturnya.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan kehadiran Bank Syariah Indonesia bisa turut membantu program pemerintah meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah.

Saat ini, indeks literasi syariah nasional masih berada di angka 8,93 persen, jauh di bawah tingkat literasi masyarakat atas keuangan konvensional yakni 37,72 persen.

“Karena itu kami harapkan ke depan [Bank Syariah Indonesia] bisa akses ke segmen mikro dan UKM di daerah dengan cepat dibantu teknologi. Poin kedua, masyarakat kita adalah masyarakat illiterate. Literasi syariah hanya 8,93 persen, sangat rendah dibanding konvensional 37,72 persen. Kalau tidak, maka mereka tidak paham aksesnya, penggunaan teknologinya, mengenali risiko tidak bisa. Kami sambut baik literasi ini sangat penting terutama di daerah,” ujar Wimboh akhir Desember 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini