Pemerintah Harus Selektif Tunjuk Industri yang Dapat Fasilitas Impor

Bisnis.com,19 Jan 2021, 06:15 WIB
Penulis: Iim Fathimah Timorria
Pekerja menyelesaikan pembuatan perangkat alat elektronik rumah tangga di PT Selaras Citra Nusantara Perkasa (SCNP), Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/8/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyarankan pemerintah untuk lebih selektif dalam memberikan fasilitas bea masuk bahan baku penolong bagi industri. 

Wakil Ketua Umum Bidang Perindustrian Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Johnny Darmawan menyebutkan fasilitas pengadaan bahan baku penolong perlu difokuskan pada industri yang memiliki prospek bagus. Dalam hal ini, dia memberi contoh pada industri berorientasi ekspor dan yang permintaan domestiknya terjaga.

“Pemerintah harus selektif. Bagaimanapun APBN terbatas, kalau bisa diberikan kepada industri-industri yang ke depan bisa punya nilai tambah dan bisa ekspor. Industri kecil menengah pun perlu karena berkaitan dengan konsumsi domestik,” kata Johnny saat dihubungi, Senin (18/1/2021).

Data Kementerian Perindustrian memperlihatkan ekspor industri pengolahan selama Januari sampai Oktober 2020 tumbuh 0,18 persen menjadi US$106,14 miliar. Sebaliknya, impor terkoreksi 17,59 persen menjadi US$94,38 miliar sehingga surplus mencapai US$11,76 miliar.

Melihat kasus Covid-19 di Tanah Air yang masih menunjukkan kenaikan dalam beberapa bulan terakhir, Johnny pun mengatakan dukungan pemerintah setidaknya masih diperlukan.

“Ekonomi masih bergerak tertatih-tatih pada 2021. Masih ada yang bakal negatif pertumbuhannya. Pada akhir tahun secara umum industri belum menunjukkan pergerakan ke arah positif dan perkiraan perekonomian nasional belum berbalik pulih pada tahun ini,” katanya.

Dalam hal menjaga kinerja industri dalam negeri yang terimbas Covid-19, Kementerian Keuangan telah mengalokasikan Rp583,2 miliar untuk fasilitas bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP) sektor industri terdampak pandemi Covid-19.

Selama masa berlaku pemberian fasilitas ini, Kementerian Keuangan mencatat persetujuan BMDTP yang diterbitkan sebesar Rp107,29 miliar atau 18,39 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan. Sementara realisasi importasi dari perusahaan-perusahaan penerima BMDTP sebesar Rp91,41 miliar atau hanya 15,67 persen dari anggaran.

Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Subandi menduga rendahnya utilisasi fasilitas BMDTP terjadi karena alokasi yang kurang tepat. Dia mempertanyakan kriteria apa saja yang menjadi dasar pemberian insentif ini.

“Pembebasan ini biasanya diberikan per perusahaan, tetapi apa dasar dari pemberian? Jika memang untuk yang terdampak Covid-19, apa saja kriterianya?” kata Subandi saat dihubungi.

Alih-alih menyalurkan fasilitas bea masuk dengan kriteria kondisi perusahaan yang masih abu-abu, Subandi menyarankan agar pemberian fasilitas diberikan dengan merujuk pada kebutuhan setiap barang atau komoditas yang masuk.

“Jadi langsung saja, mana barang kebutuhan industri yang perlu penurunan bea masuk. Karena tidak semua perusahaan butuh fasilitas, ada yang sangat membutuhkan dan ada yang tidak perlu sama sekali,” kata Subandi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Amanda Kusumawardhani
Terkini