Bisnis.com, JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencatatkan kepemilikan langsung di sejumlah emiten untuk mengembangkan portofolionya. Bahkan, di tengah pandemi Covid-19, terjadi penambahan lembar saham.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Bisnis, BPJS Ketenagakerjaan mencatatkan kepemilikan langsung di dua emiten, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk. Kepemilikan itu berasal dari dua kantong dana yang berbeda.
Pertama, badan itu menempatkan dana jaminan sosial (DJS) ketenagakerjaan di Bank Mandiri (BMRI). Berdasarkan data Bloomberg, kepemilikan saham itu pada akhir 2020 mencapai 857,7 juta lembar atau menjadi pemegang saham terbanyak kedua setelah pemerintah.
Jumlah kepemilikan saham itu bertambah 85,09 juta lembar pada kuartal IV/2020 dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Pada kuartal III/2020, BPJS Ketenagakerjaan memegang 772,6 juta lembar saham BMRI.
Kedua, badan itu menempatkan dana badan di Jasa Marga (JSMR). Dana badan sendiri merupakan dana milik BPJS Ketenagakerjaan sebagai instansi, terpisah dari DJS yang berasal dari iuran peserta dan digunakan untuk membayar manfaat peserta.
Kepemilikan BPJS Ketenagakerjaan di JSMR pada akhir 2020 tercatat sebesar 247,5 juta lembar saham. Penambahan saham terjadi pada kuartal III/2020, yakni melalui pembelian 3,1 juta lembar saham yang membuat jumlahnya meningkat dari kepemilikan pada kuartal II/2019–kuartal II/2020 sebanyak 244,4 juta lembar saham.
Deputi Direktur Bidang Humas dan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan atau BPJAMSOSTEK Irvansyah Utoh Banja menjabarkan bahwa penempatan investasi di instrumen saham merupakan salah satu kebijakan badan tersebut untuk menggerakkan dana kelolaan.
Badan itu menempatkan investasi di saham dalam dua bentuk, yakni melalui portofolio saham dan penempatan langsung. Penempatan investasi di pasar modal mencatatkan jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan dengan penempatan langsung.
"Portofolio saham itu maksudnya saham yang ada di pasar modal, pembeliannya pasti melalui sekuritas," ujar Utoh kepada Bisnis, Selasa (19/1/2021).
Direktur Utama BPJAMSOSTEK Agus Susanto menjabarkan bahwa penempatan investasi dilakukan sesuai Peaturan Pemerintah (PP) 99/2013, PP 55/2015, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 1/2016. Badan itu pun menyebarkan investasinya di sejumlah instrumen.
Menurut Agus, 64 persen investasi BPJAMSOSTEK berada di instrumen surat utang, 17 persen di saham, 10 persen berada di deposito, 8 persen di reksadana, dan 1 persen investasi langsung. Artinya, sekitar 74 persen investasi ditempatkan di instrumen fixed income dan 25 persen ada di pasar modal.
“Kondisi pandemi termasuk pasar investasi global dan regional tentunya memiliki pengaruh pada hasil investasi yang diraih oleh industri jasa keuangan pada 2020. Namun, kami telah mengalihkan mayoritas portofolio pada instrumen fixed income hingga mencapai 74 persen dari total portofolio, sehingga tidak berpengaruh langsung dengan fluktuasi IHSG," ujar Agus pada Senin (19/1/2021).
Dia menjabarkan bahwa dalam investasi saham di pasar modal, 98 persen penempatannya dilakukan di saham kategori blue chip atau LQ45. Meski demikian, penempatan pada saham non-LQ45 juga tetap dilakukan dengan menerapkan protokol investasi yang ketat.
Agus pun menyatakan bahwa BPJAMSOSTEK hanya berinvestasi di emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN), emiten dengan saham yang mudah diperjualbelikan, berkapitalisasi besar, memiliki likuiditas yang baik dan memberikan deviden secara periodik.
"Tentunya faktor analisa fundamental dan review risiko menjadi pertimbangan utama dalam melakukan seleksi emiten. Jadi, tidak ada investasi pada saham-saham gorengan," tegas Agus.
BPJAMSOSTEK mencatatkan hasil investasi senilai Rp32,30 triliun sepanjang 2020, dengan yield on investment (YOI) sebesar 7,38 persen. Hasil investasi itu meningkat 10,85 persen (year-on-year/yoy) dari perolehan pada 2019 yang berkisar Rp29,14 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel