Kelola JKP, BPJS Ketenagakerjaan Wajib Punya Kualitas Investasi Prima

Bisnis.com,19 Jan 2021, 20:05 WIB
Penulis: Wibi Pangestu Pratama
Pegawai melintasi logo BPJS Ketenagakerjaan di Kantor Cabang BP Jamsostek di Menara Jamsostek, Jakarta, Jumat (10/7/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Ketenagakerjaan dinilai perlu melakukan investasi yang optimal pada 2021 seiring akan berlakunya program baru di bawah badan tersebut, yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan atau JKP.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai bahwa penyelenggaraan JKP membutuhkan pengelolaan investasi yang lebih apik dari BPJS Ketenagakerjaan.

Hal tersebut karena tidak terdapat iuran tambahan bagi program JKP, sehingga perolehannya belum tentu sebanding dengan manfaat yang harus dibayarkan.

Dia menjabarkan bahwa Undang-Undang 11/2020 tentang Cipta Kerja mengatur bahwa terdapat dua sumber pendapatan JKP, yakni iuran yang dibayar oleh pemerintah dalam bentuk modal awal dan rekomposisi iuran. Baru-baru ini, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyampaikan rekomposisi berasal dari dana program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).

"Yang saya dengan rekomposisinya itu 0,14 persen, milsanya pekerja yang iuran JKK-nya 0,24 persen dari upah maka 0,14 persen itu untuk JKP dan 0,1 persen untuk JKK. Walaupun belum ada Peraturan Pemerintah [PP] tentang JKP, tapi pemerintah sudah sounding [sumber dananya] dari JKK," ujar Timboel kepada Bisnis, Selasa (19/1/2021).

Dia menilai bahwa berlakunya JKP berisiko meningkatkan rasio klaim JKK, karena sumber pendapatannya tidak berubah tetapi terdapat risiko pembayaran manfaat. Tak tanggung-tanggung, BPJS Watch memproyeksikan rasio klaim JKK dapat naik hingga 40 persen, dari tahun lalu yang masih sebesar 26 persen.

Rasio klaim pun akan meningkat karena adanya penambahan manfaat JKK yang tertuang dalam PP 82/2019. Menurut Timboel, berlakunya JKP dan meningkatnya rasio klaim JKK membuat BPJS Ketenagakerjaan benar-benar harus mengoptimalkan kinerja investasinya pada 2021.

Kualitas investasi pun akan menjadi tumpuan bagi penyelenggaraan program Jaminan Hari Tua (JHT), karena program ini memberikan manfaat secara langsung kepada para pesertanya. Kualitas penyelenggaraan program-program lain pun akan memengaruhi manfaat yang diperoleh peserta dari JHT.

"JKK dan Jaminan Kematian [JKm] kan hasil investasinya tidak dikembalikan kepada pekerja, dikembalikan menjadi pokok untuk diinvestasikan lagi. Namun, [hasil investasi] JHT masuk ke saldo peserta sebagai imbal hasil," ujarnya.

Timboel menjabarkan bahwa BPJS Ketenagakerjaan mengelola dana Rp486,38 triliun pada akhir 2020 atas empat program. Pengelolaan investasi yang optimal akan memberikan manfaat bagi para peserta dan menjaga keberlangsungan program-program jaminan sosial ketenagakerjaan.

Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan atau BPJAMSOSTEK Agus Susanto memaparkan bahwa pihaknya mencatatkan hasil investasi senilai Rp32,30 triliun sepanjang 2020, dengan yield on investment (YOI) 7,38 persen. Hasil investasi itu meningkat 10,85 persen (year-on-year/yoy) dari perolehan pada 2019 yang berkisar Rp29,14 triliun.

Dia pun menyatakan bahwa pengelolaan dan penempatan investasi BPJAMSOSTEK selalu mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) 99/2013, PP 55/2015, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 1/2016. Sekitar 74 persen investasi pun ditempatkan di instrumen fixed income.

"Hasil pengembangan JHT kepada peserta 5,63 persen p.a, selalu di atas rata-rata bunga deposito bank pemerintah yang pada tahun 2020 ini sebesar 3,87 persen," ujar Agus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hadijah Alaydrus
Terkini