Anggapan Salah Soal Donor Plasma Konvalesen, Ini Kata Ahli Patologi Klinis

Bisnis.com,21 Jan 2021, 09:45 WIB
Penulis: M Faisal Nur Ikhsan
Penyintas Covid-19 mendonorkan plasma konvalesennya di PMI DKI Jakarta, Jakarta, Selasa (19/1/2021). Pemerintah mencanangkan donasi plasma konvalesen sebagai gerakan nasional untuk membantu pasien yang masih berjuang untuk sembuh dari Covid-19./Antara-Aditya Pradana Putra.

Bisnis.com, YOGYAKARTA – Terapi plasma konvalesen bukanlah obat mujarab bagi pasien Covid-19. Sejatinya, tranfusi plasma konvalesen hanyalah terapi tambahan yang masih dalam tahap uji klinis. Meskipun demikian, masyarakat sudah terlanjur meyakini keampuhan terapi ini bagi penyembuhan pasien.

Teguh Triyono, Kepala Program Studi Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, mengungkapkan terapi plasma konvalesen bukanlah terapi penyembuhan utama bagi pasien Covid-19. “Pemberian terapi ini bukan berarti meniadakan terapi yang lain. Tidak sama sekali. Jadi statusnya adalah terapi tambahan,” ungkapnya kepada Bisnis, Rabu (20/1/2021).

Tak cuma Covid-19, terapi serupa juga pernah diberikan kepada pasien penyakit infeksius lainnya. “Misalnya ebola, H1N1, pokoknya [penyakit yang disebabkan oleh] infeksi virus. Cuma kelemahannya, sangat sedikit laporan ilmiah tentang hasil transfusi itu,” jelas pria yang juga bertugas sebagai Kepala Unit Pelayanan Transfusi Darah RSUP Dr. Sardjito ini.

Meskipun bukan metode baru, menurutnya terapi ini mesti disikapi dengan bijak. Pasalnya, belum ada laporan yang menunjukkan bahwa terapi ini memiliki pengaruh signifikan dalam proses penyembuhan pasien dengan penyakit infeksius tersebut. “Yang dulu-dulu relatif tidak ada laporan yang sifatnya ilmiah, uji klinis yang terstandarnya belum ada. Cuma pernah digunakan juga,” tambahnya.

Cara kerja plasma konvalesen ini secara sederhana hampir mirip dengan cara kerja vaksin. Pasien menerima tranfusi plasma konvalesen dari penyintas Covid-19. Plasma tersebut mengandung antibodi virus Covid-19 yang diharapkan dapat meningkatkan daya tahan tubuh serta pemulihan pasien.

“Transfusi plasma ini memberikan efek vaksinasi tetapi sifatnya pasif. Karena [cara kerjanya] memberikan plasma yang di dalamnya terkandung andibodi virus. Harapannya itu,” jelasnya.

Meskipun demikian, belum ada bukti yang menyatakan bahwa terapi ini dapat betul-betul menyembuhkan pasien dari Covid-19. 

Masyarakat begitu berharap [dengan terapi tambahan ini], boleh berharap, tapi tidak bijak juga menyantolkan harapan [untuk sembuh hanya dari terapi plasma] setinggi itu,” imbaunya.

Anggapan tersebut, menurutnya, perlu diluruskan. Di Indonesia sendiri, terapi plasma konvalesen bagi pasien Covid-19 masih dalam tahap uji klinis. “Uji klinis yang sedang berjalan belum menghasilkan kesimpulan final. Begitu pula di luar negeri. Mungkin hanya kesimpulan sementara. Untuk internasional beberapa bahkan sudah berani menghentikan studinya,” ungkap Teguh. 

Klaim kesembuhan setelah menjalani terapi ini dinilai masih belum cukup. Pasalnya, ada banyak faktor yang mempengaruhi. Misalnya saja kualitas plasma yang ditranfusikan hingga proses pengolahan dan penyimpanan plasma. “Jadi memang banyak hal yang perlu dipastikan lagi untuk melihat efikasi atau kemanfaatan plasma tersebut,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Miftahul Ulum
Terkini