Gelar 5G, Berapa Dana yang Harus Disiapkan MNC?

Bisnis.com,25 Jan 2021, 20:15 WIB
Penulis: Leo Dwi Jatmiko
Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo menyampaikan sambutan pada pembukaan perdagangan saham di Jakarta, Senin (8/10/2018)./JIBI-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA –  PT MNC Investama Tbk. (BHIT) dinilai bakal mengeluarkan dana hingga belasan triliun rupiah seandainya perusahaan tersebut memutuskan bermain di sektor telekomunikasi. Biaya tersebut belum termasuk untuk pergelaran infrastruktur telekomunikasi.

Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Kristiono mengatakan untuk menggelar 5G, MNC perlu mengubah izin penggunaan spektrum frekuensi dan memiliki lisensi telekomunikasi. MNC tidak dapat serta merta langsung mengalihkan frekuensi dari penyiaran ke telekomunikasi.  

Kristiono juga meminta pemerintah untuk mengkaji dampaknya terhadap industri telekomunikasi, seandainya ingin memberikan MNC lisensi untuk menggelar 5G.

“Pemerintah harus memperhitungkan dampaknya kepada industri yang sudah ada dan perlakuan yang adil kepada semua operator karena pita 150MHz itu untuk operator yang telah beroperasi adalah barang yang sangat mewah,” kata Kristiono kepada Bisnis, Senin (25/1).

Adapun mengenai biaya yang harus dikeluarkan MNC, Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia-ITB Ian Yosef M. Edward mengatakan pada 2017 saat PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) memenangkan lelang di pita 2,3 GHz - sebesar 30 MHz-, biaya yang harus dibayarkan senilai Rp1 triliun.

Adapun jika ditambah dengan up front fee, biaya yang harus dibayarkan sekitar Rp3 triliun.

Dengan 150 MHz yang digunakan oleh MNC Vision, kata Ian, maka biaya yang perlu dibayar oleh MNC sekitar Rp5 triliun atau lebih mahal lagi.

“Tergantung yang menang, jika dilelang,” kata Ian.

Adapun Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan jika yang dipakai acuan adalah  saat lelang 3G pada 2006, dimana 5 MHz dipatok dengan harga Rp160 miliar, maka 150MHz akan senilai minimal Rp4,8 triliun. Jumlah ini belum termasuk up front fee.

“Dengan tambahan BI rate selama 14 tahun maka bisa tembus Rp6 triliun  -Rp7 triliun,” kata Heru.

Meski biaya yang dibayarkan sangat mahal, potensi yang didapatkan juga cukup besar. Kearney, perusahaan konsultasi manajemen asal Amerika Serikat, memprediksi pada 2025 pendapatan industri telekomunikasi di Asia Tenggara untuk sektor ritel akan meningkat 6-9 persen dan 18-22 persen ketika mereka mengimplementasikan 5G.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Amanda Kusumawardhani
Terkini
'