Kemendag Bidik Kenaikan Ekspor ke Negara Penyumbang Defisit 

Bisnis.com,29 Jan 2021, 16:15 WIB
Penulis: Iim Fathimah Timorria
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perdagangan menargetkan ekspor nonmigas pada 2021 tumbuh 6,3 persen menjadi US$164,76 miliar dibandingkan dengan realisasi sepanjang 2020 yang mencapai US$154,99 miliar.

Negara-negara penyumbang defisit terbesar seperti China dan Australia menjadi segelintir destinasi yang akan ditingkatkan ekspornya. 

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengemukakan keberhasilan mencapai target ekspor nonmigas akan sangat bergantung pada keberhasilan vaksinasi di sejumlah mitra utama dan keberhasilan reformasi perekonomian nasional melalui Undang-Undang Cipta Kerja.

Selain itu, peluang peningkatan ekspor juga datang dari potensi-potensi ekspor produk baru. 

“Ada beberapa produk yang ingin kami genjot ke depan. Saya kira ke depan akan baik penetrasinya ke sana,” kata Lutfi dalam konferensi pers, Jumat (29/1/2021).

Sejumlah produk yang potensial untuk digenjot ekspornya berdasarkan pemetaan Kementerian Perdagangan antara lain otomotif dengan negara tujuan baru seperti China, Brasil, dan Myanmar. Kemudian ekspor logam dan produk logam ke Turki, China, Uni Emirat Arab, dan Filipina.

Sementara produk dari karet akan digenjot ekspornya ke China, Australia, dan Vietnam. 

Meski ekspor nonmigas mengalami kontraksi 0,57 persen pada 2020, Lutfi mengemukakan ekspor ke dua mitra utama tercatat masih tumbuh. Ekspor ke China naik 15,59 persen dan Amerika Serikat tumbuh 4,58 persen.

Kemendag menargetkan ekspor ke China pada 2021 bisa tumbuh 10,99 persen dan diproyeksi naik 7,86 persen meski negara tersebut merupakan penyumbang defisit terbesar tahun lalu, yakni sebesar US$9,42 miliar.

Kala ditanyai mengenai potensi terealisasinya target tersebut, Lutfi memberi sinyal optimisme ekspor nonmigas pada 2021 akan lebih baik. 

Dia mengatakan kinerja ekspor akan turut dipengaruhi stabilitas harga sejumlah komoditas seperti minyak sawit mentah (CPO) yang diharapkan tetap berada di kisaran US$750 sampai US$850 per ton agar tetap kompetitif.

“Jadi saya merasa bahwa saya yakin kita bisa menyampaikan 6,3 persen dan mudah-mudahan bisa lebih baik,” kata Lutfi. 

Meski optimistis, Lutfi juga memberi catatan bahwa struktur ekspor nasional perlu bertransformasi dan tidak bergantung pada komoditas setengah jadi. Dia memberi contoh pada ekspor CPO yang bisa bertransformasi ke produk jadi dengan nilai tambah.

“Ini yang menyebabkan saya merasa struktur daripada ekspor kita lebih baik daripada masa sebelumnya,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Amanda Kusumawardhani
Terkini