Soroti Kudeta Myanmar, Fadli Zon: Ini Buruk bagi Demokrasi

Bisnis.com,03 Feb 2021, 10:13 WIB
Penulis: Edi Suwiknyo
rnPersonel militer berjaga di titik pemeriksaan di jalan yang menuju kompleks gedung Parlemen di Ibu Kota Naypritaw, Myanmar, Senin (1/2/2021). Junta Militer Myanmar yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing mengumumkan pengambilalihan kekuasaan dan pemberlakuan status darurat nasional selama setidaknya satu tahun./Antara-Reutersrn

Bisnis.com, JAKARTA – Poltisi Gerindra, Fadli Zon, menyebut kudeta militer di Myanmar telah mencoreng praktik demokrasi di Asean.

Pasalnya kudeta di Negeri Pagoda Emas itu tidak hanya sebagai kemunduran demokrasi bagi Myanmar, namun juga bisa mempengaruhi persepsi dunia terhadap praktik demokrasi di kawasan.

"Pengambilalihan kekuasaan oleh militer Myanmar itu telah menghilangkan peran parlemen sebagai alat kontrol kekuasaan. Ini buruk bagi demokrasi," ungkap Fadli Zon dikutip dari keterangan resmi DPR, Rabu (3/2/2021).

Politisi Fraksi Partai Gerindra itu berharap Asean Inter-Parliamentary Assembly (AIPA), yang merupakan organisasi parlemen negara-negara Asean, perlu segera merespon tentang hal itu.

Lebih lanjut dijelaskan Fadli, hingga 2011 silam, Myanmar memang diperintah oleh angkatan bersenjata.

Namun, sesudah itu mereka melakukan reformasi demokrasi dan mengakhiri kekuasaan militer. Kudeta militer yang terjadi kemarin telah menarik mundur proses demokrasi yang sudah berjalan, dan Fadli sangat menyayangkan hal itu terjadi. 

Fadli Zon juga mencemaskan krisis politik di Myanmar tersebut akan menghambat penyelesaian tragedi kemanusiaan yang menimpa etnis Rohingya.

Sebagai catatan, sejak 2017 silam ratusan ribu etnis Rohingya terusir dan telah mengungsi ke berbagai negara, termasuk Indonesia, karena tindakan keras militer Myanmar. Tindakan militer Myanmar ini jelas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) secara brutal. 

"Saya telah bertemu langsung di Jenewa dengan Mantan Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kofi Annan yang menginisiasi investigasi melalui Annan Report. Annan sangat prihatin atas dominasi militer dalam formasi pemerintahan sipil Myanmar," ungkap Fadli.

Dilanjutkannya, di era kepemimpinan sipil saja, masalah Rohingya tak bisa diselesaikan dengan baik, karena pemimpin sipilnya takut kepada militer.

Sekarang, dengan kudeta militer dan krisis politik, kasus Rohingya akan semakin diabaikan pemerintah Myanmar. Itu sebabnya pihaknya mendesak agar semua pihak yang terlibat konflik di Myanmar menahan diri. 

"Selain itu, saya juga mendorong agar Asean melakukan tindakan progresif dalam menyikapi persoalan yang terjadi di Myanmar.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Edi Suwiknyo
Terkini