Akibat Kasus Pelanggaran HAM China, Olimpiade Musim Dingin Beijing Diboikot

Bisnis.com,03 Feb 2021, 16:50 WIB
Penulis: Rezha Hadyan
Seorang pejalan kaki melintas di Tokyo dengan berlatar belakang spanduk Olimpiade 2020./Bloomberg/Kiyoshi Ota

Bisnis.com, JAKARTA - Sebuah koalisi kelompok kampanye mengeluarkan surat terbuka pada Rabu yang menyerukan para pemimpin dunia untuk memboikot Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022 akibat rentetan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh China.

Pertandingan musim dingin dijadwalkan akan dimulai pada 4 Februari 2022, hanya enam bulan setelah penundaan Olimpiade Tokyo musim panas yang persiapannya dibayangi oleh pandemi virus corona.

China juga menghadapi pengawasan global atas berbagai masalah, terutama penahanan massal Muslim Uighur di wilayah Xinjiang barat, dan tindakan kerasnya di Hong Kong.

Melansir Agence France-Presse (AFP) pada Rabu (3/2/2021), sekitar 180 kelompok kampanye menandatangani surat terbuka itu, yang meminta para pemimpin dunia untuk memboikot Olimpiade Musim Dingin Beijing untuk memastikan mereka tidak digunakan untuk memberanikan pelanggaran hak yang mengerikan dan tindakan keras pemerintah China terhadap perbedaan pendapat.

Koalisi, yang mencakup Kongres Uyghur Dunia dan Jaringan Tibet Internasional, mengatakan bahwa sejak Beijing dianugerahi Olimpiade pada 2015, "Presiden Xi Jinping telah melakukan tindakan keras tanpa henti terhadap kebebasan dasar dan hak asasi manusia".

Dalam sebuah pernyataan kepada AFP, Komite Olimpiade Internasional (International Olympic Committee/IOC) mengatakan bahwa kekhawatiran yang diangkat oleh kelompok-kelompok kampanye, termasuk mengenai hak, telah dan diangkat dengan pemerintah dan otoritas lokal.

"Kami menerima jaminan bahwa prinsip-prinsip Piagam Olimpiade akan dihormati dalam konteks Olimpiade. Kami akan terus membahas masalah terkait Game dengan penyelenggara," demikian pernyataan IOC terkait hal tersebut.

China telah berada di bawah tekanan yang meningkat - terutama atas nasib minoritas Uighurnya.

Kelompok hak asasi percaya bahwa setidaknya satu juta orang Uighur dan minoritas Muslim berbahasa Turki lainnya ditahan di kamp-kamp di Xinjiang.

Setelah awalnya menyangkal keberadaan kamp-kamp itu, pemerintah China tiba-tiba mengakui mereka, mengatakan bahwa kamp-kamp itu adalah pusat pelatihan kejuruan yang bertujuan untuk mengurangi daya pikat ekstremisme Islam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Novita Sari Simamora
Terkini