Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan atau OJK menyatakan pembentukan Badan Perwakilan Anggota atau BPA tandingan oleh Perkumpulan Pemegang Polis Asuransi Jiwa Bersama atau AJB Bumiputera 1912 tidak sesuai aturan sehingga tidak akan diproses.
Hal tersebut tercantum dalam surat OJK bernomor S-7/NB.23/2021 tentang Tanggapan atas Pernyataan Sikap Perkumpulan Pemegang Polis Bumiputera Indonesia. Surat itu diterbitkan otoritas pada Senin (8/2/2021), menanggapi surat para pemegang polis pada Kamis (4/2/2021) terkait pembentukan BPA baru.
Kepala Departemen Pengawasan Khusus Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Moch. Muchlasin menyatakan bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (2) Anggaran Dasar Bumiputera, pemegang polis memiliki hak memilih dan dipilih sebagai anggota BPA. Hak itu berlaku di daerah pemilihan tempat pemegang polis bersangkutan berdomisili.
Sementara itu, dalam ayat (1) tertulis bahwa mekanisme pemilihan anggota BPA harus dilakukan oleh Panitia Pemilihan Anggota BPA. Anggaran Dasar pun mengatur sejumlah aspek terkait pembentukan panitia, persyaratan calon anggota BPA, masa jabatannya, hingga hak dan wewenangnya.
Otoritas pun menyatakan bahwa pembentukan BPA oleh Perkumpulan Pemegang Polis Bumiputera Indonesia tidak sesuai ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, susunan BPA tandingan yang sudah ada tidak akan diproses sehingga tidak akan terbentuk secara resmi.
"Mempertimbangkan hal tersebut di atas, surat Saudara Nomor 04/PEMPOL/BP/II/2021 tanggal 3 Februari 2021, yang menginformasikan mengenai Surat Keputusan Pembentukan BPA/Rapat Umum Anggota [RUA] Periode 2021–2026, yang menurut kami tidak sepenuhnya didasarkan pada ketentuan dalam Anggaran Dasar Bumiputra, tidak dapat diproses lebih lanjut oleh OJK," tulis Muchlasin dalam salinan surat yang diperoleh Bisnis pada Rabu (10/2/2021).
Selain itu, otoritas pun menilai bahwa rencana Perkumpulan Pemegang Polis Bumiputera Indonesia untuk mengambil alih aset perseoan dalam rangka pembayaran klaim tidak dapat dilakukan. Sesuai ketentuan Anggaran Dasar, pengelolaan aset hanya bisa dilakukan oleh direksi dan diawasi dewan komisaris.
Muchlasin pun mengingatkan bahwa aset Bumiputera adalah hak dari pemegang polis, baik yang sudah jatuh tempo maupun yang saat ini polisnya masih aktif. Oleh karena itu, rencana penjualan aset harus didasarkan pada rencana penyehatan yang komprehensif.
Ketika Bumiputera mengalami defisit seperti saat ini, penyelesaian kondisi keuangannya harus sejalan dengan amanat Anggaran Dasar sebagai konsekuensi perusahaan berbentuk usaha bersama (mutual). OJK menilai bahwa pengambil alihan aset tidak sejalan dengan aturan tersebut.
"Untuk itu, OJK melalui surat nomor S-13/D.05/2020 tentang Perintah Tertulis antara lain telah memerintahkan BPA mengimplementasikan ketentuan dalam Anggaran Dasar Bumiputera secara konsisten," tulis Muchlasin.
Sebelumnya, sejumlah nasabah yang tergabung dalam Perkumpulan Pemegang Polis Bumiputera Indonesia mendeklarasikan pembentukan BPA atau RUA yang ditetapkan pada Senin (1/2/2021) melalui surat 04/PEMPOL/BP/II/2021. Penetapan dilakukan oleh Ketua Perkumpulan Pemegang Polis Bumiputera Yayat Supriyatna.
Yayat pun membacakan surat itu di hadapan perwakilan manajemen Bumiputera, sekaligus menyerahkan suratnya pada Selasa (2/2/2021). Pada hari itu pun mereka menggelar aksi unjuk rasa di Wisma Bumiputera, Jakarta.
Dia menjelasakan bahwa salah satu alasan kelompoknya membentuk BPA adalah karena unsur BPA yang ada sebelumnya sudah habis masa jabatan dan tidak sah untuk menjalankan tugasnya. Namun, Dewan Komisaris Bumiputera tak kunjung membentuk panitia pemilihan anggota BPA atau peserta RUA.
"Berdasar konsideran menimbang dan mengingat di atas perlu membentuk BPA/RUA pemegang polis yang sesuai dengan Anggaran Dasar AJB Bumiputera 1912 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ujar Yayat pada Selasa (2/1/2021).
Bagaimana mekanisme pembentukan BPA versi pemegang polis itu? Menurut Yayat, pihaknya melalui seluruh koordinator wilayah melakukan seleksi kandidat anggota BPA di setiap wilayah pemilihan, sehingga terpilih sebelas nama.
Para pemegang polis itu mengklaim langkah pembentukan BPA memiliki legalitas karena mereka merupakan pemilik perusahaan dari Bumiputera, yang notabene berbentuk mutual. Meskipun begitu, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) 87/2019, pembentukan BPA hanya bisa dilakukan oleh Dewan Komisaris melalui panitia pemilihan.
Di sisi lain, PP itu pun mengatur bahwa masa jabatan BPA telah habis pada penghujung 2020 atau satu tahun setelah aturannya berlaku. Sejak saat itu, tidak pernah terdapat proses pembentukan panitia atau pemilihan BPA, karena menurut Ketua BPA Nurhasanah masih terdapat proses uji materiil Undang-Undang (UU) 40/2014 tentang Perasuransian.
"Ketika organ kepengurusan ini tidak berjalan maka kami punya hak untuk mengambil alih perusahaan. Hari ini juga langsung akan kami sampaikan kepengurusan [BPA] kepada Otoritas Jasa Keuangan [OJK], kalau diberi rekomendasi kami akan melakukan fit and proper test," ujar Yayat kepada Bisnis, Selasa (2/2/2021).
Menurutnya, jika susunan BPA 'tandingan' itu disetujui oleh otoritas, maka mereka akan melakukan sidang luar biasa (SLB). Terdapat sejumlah agenda yang akan dilakukan dalam sidang itu, seperti penyusunan anggaran dasar (AD) baru, penyusunan rencana penyehatan keuangan, hingga pemilihan jajaran direksi.
Bukan hanya itu, BPA 'tandingan' dan Perkumpulan Pemegang Polis Bumiputera bahkan sudah mengantongi nama calon Komisaris dan Direktur Utama jika rencananya disetujui OJK. Kandidat pucuk pimpinan itu adalah Mantan Direktur Utama Bumiputera yang baru saja turun jabatan menjadi Direktur Teknik, Faizal Karim.
Para pemegang polis mengklaim bahwa langkah itu sesuai dengan aturan mana pun, baik AD Bumiputera yang masih berlaku maupun PP 87/2019, terlepas dari adanya putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materiil UU Perasuransian. "Kami ikuti dua-duanya, sesuai AD, dengan PP 87/2019 pun kami sesuai. Terserah yang mana OJK mau menggunakan aturannya," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel