Joe Biden dan Xi Jinping Adakan Panggilan Telepon Pertama Kali

Bisnis.com,11 Feb 2021, 10:25 WIB
Penulis: Reni Lestari
Presiden AS Joe Biden dan Ibu Negara AS Jill Biden. JIBI/Bisnis-Nancy Junita @joebiden

Bisnis.com, JAKARTA – Pertama kalinya sejak dilantik pada 20 Januari lalu, Presiden Amerika Serikat Joe Biden akan berbicara melalui sambungan telepon dengan rekannya dari China Xi Jinping.

Menurut sumber yang dekat dengan masalah ini, panggilan itu akan berlangsung pada Rabu (10/2/2021) sore waktu Washington.

Percakapan antara para pemimpin dua ekonomi terbesar dunia itu terlaksana di tengah ketegangan atas berbagai masalah termasuk pengetatan Beijing terhadap Hong Kong, perdagangan, teknologi dan hak asasi manusia di Xinjiang.

Dilansir Bloomberg, Kamis (11/2/2021), seorang juru bicara Gedung Putih tidak menanggapi permintaan komentar.

Biden sebelumnya telah berbicara dengan banyak mitranya di seluruh dunia, termasuk sekutu Eropa dan Asia dan bahkan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Xi dan Biden telah berjanji untuk menemukan titik temu dalam sejumlah bidang termasuk dalam topik-topik seperti perubahan iklim. Tetapi, Biden dan timnya dengan jelas mengisyaratkan bahwa mereka berniat untuk mempertahankan pendekatan yang lebih keras terhadap China dari pemerintahan Trump.

Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan dalam sidang persetujuannya di Senat, China merupakan tantangan paling signifikan dari negara bangsa mana pun terhadap Amerika Serikat.

Dalam kunjungan ke Pentagon kemarin, Biden mengatakan telah mengarahkan Menteri Pertahanan Lloyd Austin untuk membentuk satuan tugas untuk meninjau kebijakan keamanan nasional sehubungan dengan China.

Menurut sumber, ketegangan AS-China tidak mereda selama panggilan telepon baru-baru ini antara Blinken dan diplomat top China Yang Jiechi.

Pejabat China keberatan nada negatif yang dilontarkan AS selama pembicaraan telepon itu. Sebaliknya, tim Blinken merasa China terlalu memaksakan kekuasannya atas Taiwan dalam pernyataan menteri luar negeri.

China secara umum mendekati AS dengan hati-hati sejak pemilihan Biden dan kampanye Trump yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menantang hasil tersebut. Sementara Xi mengirim pesan ucapan selamat kepada Biden pada akhir November, dia belum berbicara dengan Presiden AS sejak Maret lalu.

Segera setelah panggilan terakhir itu, Washington dan Beijing meluncurkan serangkaian perselisihan yang membuat hubungan mereka tenggelam ke titik terendah sejak puncak Perang Dingin.

Dalam beberapa bulan terakhir, kedua negara telah saling bertukar sanksi, mengusir jurnalis, menutup konsulat satu sama lain, dan bentrok atas segala hal mulai dari Taiwan hingga asal-usul virus Corona.

Biden telah bertemu Xi berulang kali selama bertahun-tahun, termasuk sebagai wakil presiden. Dia memberikan penilaian yang lebih keras tentang jejak kampanye tahun lalu, menyebut Xi sebagai "preman" yang "tidak memiliki demokrasi di tubuhnya."

Perdagangan dengan China akan menjadi prioritas ekonomi utama Biden. China gagal memenuhi target perdagangan 2020 di bawah perjanjian fase satu yang diinisiasi pemerintahan Trump.

Negeri Panda hanya membeli di bawah 60 persen barang dari target atau senilai US$ 172 miliar. Hal itu dapat menyebabkan seruan agar Biden merundingkan kembali kesepakatan tersebut, yang akan berakhir dalam waktu satu tahun.

Kedua negara juga berselisih soal teknologi, dengan AS berusaha mengekang pertumbuhan perusahaan teknologi China. Administrasi Trump menggunakan kontrol ekspor, daftar entitas, dan perintah eksekutif untuk memblokir perusahaan termasuk Huawei Technologies Co., pembuat chip Semiconductor Manufacturing International Corp, ByteDance Ltd. dan Tencent Holdings Ltd. dari barang dan konsumen Amerika.

Status Taiwan yang dianggap Beijing sebagai bagian dari wilayahnya, juga muncul kembali sebagai salah satu titik panas terbesar antara kedua belah pihak. Trump mengawasi perluasan hubungan yang dramatis dengan Taipei, termasuk kunjungan Sekretaris Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Alex Azar Agustus lalu.

Para pemimpin China biasanya berusaha agar pejabat AS menegaskan kembali komitmen negara terhadap kebijakan Satu China.

Trump berkomitmen kembali untuk menegakkan kebijakan, yang mengakui Republik Rakyat China sebagai satu-satunya pemerintah resmi selama panggilan pertamanya dengan Xi pada 2017. Juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price mengatakan pada briefing lain bahwa pemerintahan Biden tidak akan mengubah posisi itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Amanda Kusumawardhani
Terkini