Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja industri modal ventura sepanjang 2020 mencatatkan peningkatan kinerja penyaluran maupun perbaikan kondisi keuangan, kendati sempat terdampak pandemi Covid-19.
Berdasarkan statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah aset 61 perusahaan yang berlisensi modal ventura mencapai Rp19,47 triliun atau tercatat naik 4,4 persen (year-on-year/yoy) ketimbang tutup buku 2019 di angka Rp18,64 triliun.
Adapun dari sisi kondisi keuangan, para pemain industri modal ventura menutup 2020 dengan masih sanggup membukukan akumulasi laba sebelum pajak sejumlah Rp442 miliar, turun tipis dari periode sebelumnya di Rp484 miliar.
Namun demikian, para pemain modal ventura tampak masih mampu menjaga rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) industri lebih baik ketimbang 2019, dengan terus berada di atas 90 persen sejak Juni 2020, hingga ditutup di 90,70 persen per Desember 2020.
Adapun, non-performing financing (NPF) yang masih menjadi indikator kinerja keuangan berada dalam posisi negatif selama era pandemi.
Apabila pada 2019 NPF industri masih terjaga di kisaran 3 persen, NPF industri modal ventura sempat melompat ke 6,31 persen per September 2020. Namun, NPF sektor tersebut akhirnya mengalami perbaikan di akhir tahun di angka 5,6 persen.
Bendahara Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amsevindo) Edward Ismawan Chamdani menjelaskan bahwa NPF modal ventura merupakan rasio indikator dari pembiayaan, atau hanya salah satu kegiatan dari bisnis modal ventura.
"Beberapa anggota Amvesindo memang masih banyak fokus ke micro-finance atau productive loan, jadi NPF memang sebagai salah satu rasio," jelasnya kepada Bisnis, Kamis (11/2/2021).
Seperti diketahui, Pembiayaan Usaha Produktif memang salah satu kegiatan utama industri modal ventura, di samping tiga kegiatan lainnya yang diperbolehkan.
Kegiatan tersebut, yaitu penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan pembiayaan melalui surat utang yang diterbitkan Perusahaan Pasangan Usaha (PPU) di tahap rintisan atau pengembangan.
"Bedanya dengan industri pembiayaan, kita tidak boleh full [ke penyaluran kredit modal], ada syarat dari OJK di mana MV itu harus menyalurkan minimum 15 persen di equity participation," tambahnya.
Edward mengungkap memang tak semua perusahaan berlisensi modal ventura bermain penuh ke penyertaan saham seperti diidentikkan oleh masyarakat.
Kebanyakan pemain modal ventura (MV) yang secara penuh bermain di penyertaan saham, merupakan perusahaan dengan kapital melimpah atau memiliki induk korporasi besar, sehingga bisa fokus berinvestasi ke usaha rintisan tahap awal, dan berorientasi jangka panjang.
Adapun, terkait kinerja portofolio penyertaan/pembiayaan, industri modal ventura tampak kian gencar berekspansi ke sektor penyertaan saham di era pandemi.
Sepanjang 2020, portofolio jumlah PPU yang mendapatkan dana segar dari para pemain modal ventura menyentuh angka 1,91 juta unit usaha, turun ketimbang capaian 2019 yang mencapai 2,2 juta unit usaha.
Namun demikian, dari sisi nilai, dana segar yang digelontorkan para pemain modal ventura pada 2020 mencapai Rp13,44 triliun, naik 5,6 persen (yoy) dari capaian 2019 di Rp12,72 triliun.
Kenaikan ini ditopang portofolio industri MV di kegiatan penyertaan saham yang melonjak, baik dari sisi nilai dan jumlah PPU. Tepatnya Rp1,9 triliun kepada 106 unit usaha pada 2019, ke angka Rp2,9 triliun kepada 153 unit usaha pada 2020.
Adapun, kegiatan pembiayaan usaha produktif justru sebaliknya, walaupun masih menjadi penopang. Nilainya turun ke Rp9,88 triliun kepada 1,91 juta unit usaha ketimbang capaian sebelumnya pada 2019 di Rp10,31 triliun kepada 2,2 juta unit usaha.
Terakhir, untuk kegiatan obligasi konversi, sama seperti penyertaan saham yang keduanya naik. Portofolio MV untuk kegiatan ini mencapai Rp656 miliar ke 157 unit usaha hingga akhir 2020, melonjak dari 2019 di Rp510 miliar ke 53 unit usaha pada 2019.
Menurut Edward, lonjakan penyertaan ekuitas ini ditopang oleh tren mulai menggeliatnya investasi tahap awal MV ke perusahaan rintisan atau startup lokal asli Indonesia.
"Terutama MV anak usaha BUMN seperti BRI Ventures. Sekarang ini tren [pendanaan startup] sedang bergerak ke perusahaan startup yang mendapatkan dampak positif dari transformasi digital," ungkapnya.
Edward menilai berkembangnya tren startup digital ini bukan hanya akibat desakan pandemi saja, namun karena memang sudah zamannya layanan serba digital jadi bisnis prospektif.
Menurutnya, bukan tak mungkin pada 2021 kegiatan penyertaan modal ke startup justru kian melimpah, menilik banyak pelaku startup terdampak pandemi yang kini bisnisnya kembali pulih.
"Ini terjadi di sektor khususnya edutech, healtech, dan e-commerce termasuk layanan food-delivery. Untuk yang terkena dampak, mulai bergeliat dan mulai di lirik juga oleh para MV [modal ventura]. Tentunya dengan antisipasi proses penyaluran vaksin dan kondisi pandemi Covid-19 ke depan," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel