Ratifikasi RCEP Rampung Medio 2021, Ini Langkah Pemerintah Selanjutnya

Bisnis.com,15 Feb 2021, 19:05 WIB
Penulis: Rahmad Fauzan
Penandatanganan RCEP oleh 15 negara, Minggu (15/11/2020)./dok. kemendag

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perdagangan menargetkan proses ratifikasi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) rampung pada semester I/2021.

Setelah itu, Indonesia disebut siap mendorong produk-produk bernilai tambah untuk diekspor ke luar negeri.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Didi Sumedi mengatakan dokumen-dokumen ratifikasi masih di tahap penerjemahan. Dia menyebut total dari dokumen yang sedang diterjemahkan tersebut sekitar 14.000 halaman.

"Ratifikasi masih dalam proses translasi dokumen. Dokumennya sampai 14.000-an halaman. Meski demikian. pemerintah menargetkan rampung tidak lewat dari semester pertama tahun ini. Soalnya, kami juga ingin segera diselesaikan," ujar Didi kepada Bisnis, Senin (15/2/2021).

Menurut Didi, hal yang saat ini menjadi tantangan bagi Indonesia dalam memaksimalkan perundingan tersebut adalah keterbukaan pasar yang memperketat kompetisi di antara negara-negara anggota RCEP, terutama Asean, yang sudah mulai berebutan investor.

Dari segi biaya, ujarnya, Indonesia mesti siap untuk kompetisi yang lebih luas, baik untuk pasar dalam negeri maupun luar negeri.

Pemerintah sendiri akan melakukan publikasi seluas mungkin mengenai pemanfaatan RCEP. Dengan demikian, lanjutnya, eksportir bisa lebih sadar akan hal-hal yang bisa dimanfaatkan untuk menggenjot ekspor ke negara anggota RCEP.

Didi mengatakan masih melihat peluang yang cukup besar bagi Indonesia dalam RCEP. Di antaranya, negara-negara anggota tidak dalam posisi head-to-head. Tetapi, pemerintah fokus untuk menggenjot ekspor produk-produk Tanah Air ke luar negeri.

Adapun, sejumlah produk yang potensial untuk diekspor dalam beberapa tahun ke depan, di antaranya mobil, besi baja, wood productsoftware, dan beberapa produk elektronik lainnya.

Untuk negara yang menjadi target, pemerintah mengatakan selain pasar tradisional seperti Amerika Serikat dan Jepang, terdapat negara lain yang menjadi sasaran, termasuk negara-negara di kawasan benua Afrika.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Amanda Kusumawardhani
Terkini