Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengizinkan model bisnis teknologi finansial (tekfin/fintech) Project Financing untuk beroperasi secara legal di Indonesia, menambah klaster fintech yang telah 'mentas' dari Kawah Candradimuka.
Apabila sebelumnya klaster project financing masih berada dalam naungan Grup Inovasi Keuangan Digital OJK bersama 15 klaster fintech lain, kini OJK mendorong para platform untuk segera mendapatkan legalitas lewat lisensi fintech securities crowdfunding (SCF).
Seperti diketahui, sampai sekarang baru ada dua jenis fintech yang secara resmi memiliki aturan main baku dari OJK, yakni peer-to-peer (P2P) lending di bawah naungan OJK Industri Keuangan Non-Bank (IKNB), dan SCF di bawah naungan OJK Pasar Modal.
Sisanya, sekitar 89 fintech tercatat (series A) dan 43 fintech prototype (series B) per Desember 2020 masih berstatus penyelenggara IKD, yang akan OJK teliti dan dalami di bawah Grup IKD selaku regulatory sandbox.
Kepala Eksekutif Group Inovasi Keuangan Digital OJK Triyono Gani mengungkap alasan memutuskan para platform project financing agar masuk ke dalam iklim fintech SCF.
"Karena sebelumnya Project Financing ini collateral based investment. Agak sulit apabila kita tidak ubah collateral-nya menjadi alat likuid. Makanya, menggunakan sarana sekuritas [SCF], sehingga bisa lebih likuid," ungkapnya kepada Bisnis, Selasa (16/2/2021).
Fintech project financing sendiri memiliki model bisnis di mana platform menawarkan penggalangan dana secara online dari masyarakat selaku investor, untuk membiayai atau mendanai suatu proyek tertentu. Imbalan yang didapat, yakni berupa keuntungan yang dihasilkan setelah proyek tersebut berjalan, sebagai bentuk pengembalian investasi dan atau imbal hasil pada interval waktu yang telah ditentukan.
Oleh sebab itu, menurut Triyono, demi mengatasi potensi risiko tingkat keberhasilan dan keberlanjutan proyek yang didanai tersebut, para pendana tentu membutuhkan suatu pegangan.
Itu sebabnya, dengan addanya model bisnis fintech SCF dan mematuhi seluruh ketentuan POJK No 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan SCF, diharapkan aspek keamanan jenis fintech project financing ini bisa lebih terjaga.
"Dalam proses regulatory sandbox memang aspek keamanan konsumen sangat diteliti. Jadi inilah salah satu 'the beauty of inovation', bahwa dengan hadirnya beragam inovasi [fintech], OJK akan merespon dengan penyesuaian cakupan aturan dan dengan sedikit penyesuaian di bisnis model," tambahnya.
Sekadar informasi, fintech SCF atau fintech urun dana yang sebelumnya disebut equity crodwdfunding (ECF), merupakan platform penerbitan saham UMKM atau startup yang kemudian disebut 'Penerbit'. Saham UMKM tersebut kemudian ditawarkan secara digital kepada masyarakat luas yang berperan selaku investor urun dana, yang kemudian disebut 'Pemodal'. Para Pemodal akan mendapat keuntungan dari dividen yang dibayarkan Penerbit selama periode waktu tertentu.
Ketua Umum Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (ALUDI) Reza Avesena membenarkan bahwa beberapa platform fintech project financing akan mulai bergabung ke dalam keluarga besar ALUDI. "Karena jika mereka akan mengurus payung izin SCF di OJK Pasar Modal, maka memang perlu menjadi anggota ALUDI terlebih dahulu sebagai screening awal," ujarnya ketika dikonfirmasi Bisnis.
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengungkap model bisnis project financing memang menjadi salah satu dari empat klaster yang menjadi fokus bahasan IKD OJK, di samping klaster aggregator, financial planner, dan credit scoring.
OJK menganggap klaster-klaster tersebut memiliki potensi dan manfaat bagi kemajuan industri keuangan Indonesia. Selain itu, menilik mulai banyaknya para pemain platform terkait, ramai pengguna, dan mulai familiar di mata masyarakat.
"Model bisnis project financing menghadirkan proyek-proyek inovatif dan alternatif pendanaan yang dapat menjadi cikal bakal sharing economy dan menciptakan kolaborasi antar pelaku jasa keuangan guna meningkatkan pertumbuhan dan stabilitas sistem keuangan di Indonesia," ungkap Nurhaida.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel