Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan pergadaian pelat merah PT Pegadaian (Persero) masih menunjukkan kinerja positif kendati terdampak pandemi Covid-19 dari sisi penurunan laba.
Berdasarkan laporan keuangan Pegadaian, laba sebelum pajak perseroan mencapai Rp2,87 triliun, atau turun 31,82 persen (year-on-year/yoy) dari capaian periode sebelumnya di Rp4,21 triliun.
Direktur Utama PT Pegadaian (Persero) Kuswiyoto mengungkapkan faktor yang paling mempengaruhi penurunan laba itu yakni karena perseroan menaikkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dari Rp154 miliar pada 2019, menjadi Rp2,12 triliun pada 2020.
"Penambahan penempatan dana sebagai cadangan kerugian tersebut merupakan bagian dari manajemen risiko, untuk mengantipasi kemungkinan terjadinya kerugian perusahaan di masa yang akan datang sebagai akibat penurunan kualitas pembiayaan," ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (17/2/2021).
Pegadaian tampak menorehkan kinerja positif dari sisi pendapatan usaha yang meningkat 24,27 persen dari Rp17,67 triliun pada 2019 menjadi Rp21,96 triliun pada 2020. Kendati beban usaha juga naik beriringan dari Rp13,48 triliun ke Rp19,17 triliun.
Adapun, dari sisi penyaluran pembiayaan, omzet Pegadaian mencatatkan pertumbuhan dari Rp145,63 triliun pada 2019 ke Rp164,95 triliun pada 2020, dengan jumlah pelunasan masing-masing Rp136,18 triliun pada 2019 dan Rp157,88 triliun.
Kenaikan penyaluran ini turut mendongkrak aset terbesar Pegadaian berupa pinjaman yang diberikan dari Rp50,84 triliun menjadi Rp57,47 triliun. Sehingga total aset Pegadaian naik 9,40 persen dari Rp65,32 triliun menjadi Rp71,47 triliun di periode 2020.
Kuswiyoto menjelaskan jumlah nasabah yang dilayani pun mengalami peningkatan sebesar 22,15 persen dari 13,86 juta orang menjadi 16,93 juta orang. "Kami tentu bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berterima kasih kepada seluruh nasabah yang tetap loyal kepada Pegadaian, serta terus-menerus memanfaatkan produk dan layanan Pegadaian sebagai solusi keuangan yang dihadapi di masa pandemi," tambahnya.
Lebih lanjut, Kuswiyoto menyampaikan bahwa selama tahun 2020 Pegadaian telah meluncurkan berbagai produk dan layanan yang membantu masyarakat dalam meningkatkan ketahanan ekonomi di masa pandemi.
Program yang dilaksanakan antara lain restrukturisasi dan relaksasi kredit, Gadai Peduli dengan bunga 0 persen, serta penyaluran subsidi bunga UMKM.
Selain itu, Pegadaian juga menggelar berbagai program CSR seperti penyerahan bantuan tunai, sembako, alat kesehatan, alat pelindung diri untuk pertugas kesehatan, mobil ambulans, dan bantuan lain dalam rangka pencegahan dan penanganan pandemi Covid-19.
Pegadaian juga terus melakukan transformasi digital sejalan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat. Sepanjang 2020, Aplikasi Pegadaian Digital telah digunakan oleh 2,1 juta nasabah dengan 3,4 juta transaksi senilai Rp.5,1 triliun.
"Kami tentu senang, transformasi digital yang dijalankan oleh Pegadaian dapat diterima dan dimanfaatkan oleh banyak masyarakat. Selain memberikan kemudahan, akurasi, keamanan dan kecepatan transaksi, hal ini sejalan program pemerintah dalam membangun Industri 4.0," tutupnya.
Ogah Dicaplok BRI?
Dengan kinerja yang sehat, tak ayal DPP Serikat Pekerja PT Pegadaian terpilih Ketut Suhardiyono mengungkap bahwa tak ada untungnya apabila Perseroan ikut masuk rencana holding ultra mikro dengan 'dicaplok' PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
"PT Pegadaian itu perusahaaan sehat, kok, mau dicaplok dan juga layanan [produk] yang dimiliki Pegadaian itu sangat spesifik dengan kultur nasabah yang berbeda. Diketahui pegadaian melayani seluruh lapisan masyarakat sampai dengan wong cilik atau pelosok desa," katanya dalam keterangan tertulis.
Penolakan ini ditetapkan dari hasil Musyawarah Nasional Serikat Pekerja PT Pegadaian di Hotel Bestwastern, Solobaru, Sukoharjo, diikuti oleh perwakilan serikat pekerja dari 13 DPD di berbagai daerah pada 25 November 2020.
Munas ini menghasilkan kesimpulan bahwa Serikat Pekerja PT Pegadaian bisa menerima rencana pemerintah untuk melakukan sinergi ultra mikro namun MENOLAK dalam bentuk penggabungan Pegadaian dengan BRI dan PT PNM.
Menurut serikat pekerja, Pegadaian yang berdiri sejak 1901 merupakan satu-satunya BUMN yang masih bertahan dan concern memerangi praktek ijon, renternir dan lintah darat, melayani pinjaman terendah yang dilayani mulai Rp50.000,- dengan nasabah yang sebagian besar berprofesi ibu rumah tangga sebanyak 43 persen.
"Jika dilihat dari sisi bisnis memang tidak efisien dan rugi, tapi hal tersebut tetap harus dilakukan sebagai pengaman sosial, dimana negara turut hadir membantu rakyat kecil atau masyarakat marginal untuk memenuhi kebutuhannya," ungkapnya.
Selain itu, layanan pegadaian bersifat komplementer untuk memenuhi kebutuhan mendesak dengan basis layanan yang berbeda dengan Bank. Pegadaian berbasis layanan collateral sementara Bank berbasis appraisal (kelayakan usaha), sehingga institusi ini memiliki basis layanan yang berbeda dan sesuai UU 19 tahun 2003 Pasal 74, 75 merupakan perusahaan yang tidak masuk dalam kategori harus privatisasi.
Pegadaian pun merupakan salah satu dari 10 BUMN penyumbang deviden terbesar untuk negara dan fungsinya merupakan derivasi dari penguasaan negara atas cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak sebagai bagian dari fungsi dan tujuan negara dalam negara kesejahteraan (Welfare State).
"Memahami culture nasabah Pegadaian yang sangat beda jauh dengan culture nasabah BRI, Pegadaian memandang perluasan layanan berbentuk penyatuan oulet tidak akan efektif dan justru Pegadaian yang akan dirugikan atau terkerdilkan," jelas Ketut.
Adapun, kredit Gadai di Pegadaian hanya berjangka waktu 4 bulan, sehingga nampak tinggi tingkat suku bunganya. Namun, apabila diperbandingkan dengan sektor usaha gadai di luar Pegadaian, maka Pegadaian masih jauh lebih rendah.
"Kami memandang rasanya tidak pas jika mebandingkannya dengan tingkat suku bunga Bank. Modal Pegadaian memang sebagian besar berasal dari pinjaman komersial perbankan, namun bukan berarti jika menjadi anak perusahaan BRI bunga yang diberikan akan menjadi jauh lebih rendah beban bunganya, Bukankah apabila suku bunga yang dibebankan ke anak perusahaan dibawah kewajaran akan menjadi point negatif buat pengelolaan perusahaan induk, dan menjadi harga yang harus dikoreksi karena adanya hubungan istimewa?" tutupnya.
Menanggapi hal ini, Kepala Departemen Komunikasi Perusahaan Pegadaian Basuki Tri Andayani ketika dikonfirmasi Bisnis, menyatakan bahwa manajemen menghargai pendapat serikat pekerja, sebagai penghormatan hak pekerja untuk menyampaikan pendapat yang dilindungi oleh undang-undang dan piagam hak asasi manusia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel