Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan menggulirkan kebijakan relaksasi kredit untuk perbankan, perusahaan pembiayaan dan Lembaga Pengelola Investasi.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyampaikan relaksasi kebijakan prudensial sektor jasa keuangan secara temporer untuk mendorong pertumbuhan kredit yang lebih cepat dengan mempertimbangkan adanya unsur idiosyncratic pada sektor jasa keuangan.
"Pemberian pelonggaran peraturan prudensial ini bertujuan memberikan keleluasaan bagi calon debitur untuk memperoleh kredit berupa penurunan ATMR yang dikaitkan dengan Loan-to-Value Ratio dan Profil Risiko serta BMPK sebagai upaya menurunkan beban cost of regulation," jelasnya dalam keterangan tertulis, Kamis (18/2/2021).
ATMR merupakan kependekan dari Aset Tertimbang Menurut Risiko alias RWA (Risk Weighted Asset) yang berarti jumlah aset sebuah bank berdasarkan profil risiko masing-masing aset tersebut. Sebagai catatan, tidak semua aset tersebut memiliki risiko, seperti risiko kredit, ataupun risiko pasar dan risiko operasional.
Adapun BMPK merupakan kependekan dari Batas Maksimum Pemberian Kredit, yang di dalamnya bisa meliputi bank umum, bank perkreditan rakyat, bank perkreditan rakyat syariah maupun penyertaan modal.
Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anto Prabowo menjelaskan stimulus mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan sektor jasa keuangan meliputi kebijakan perbankan, kebijakan perusahaan pembiayaan dan Lembaga Pengelola Investasi.
Kebijakaan untuk perusahaan pembiayaan, untuk segmen kendaraan bermotor yakni menurunkan bobot risiko pembiayaan (ATMR) menjadi 25 persen-50 persen dari sebelumnya 37,5 persen-75 persen untuk pembiayaan multiguna.
Aset tertimbang menurut risiko (ATMR) 0 persen untuk program kepemilikan kendaraan bermotor bagi perusahaan yang memiliki Car Ownership Program (COP). Selain itu, Perusahaan pembiayaan yang memenuhi kriteria tingkat kesehatan tertentu dimungkinkan untuk memberikan uang muka pembiayaan kendaraan bermotor sebesar 0 persen.
Adapun pembiayaan beragun rumah tinggal, OJK menetapkan kebijakan bobot risiko ATMR pembiayaan beragun rumah tinggal yang granular dan ringan. Untuk uang muka 0 persen-30 persen maka loan to value (LTV) bisa ≥70 persen, dan ATMR 35 persen.
Sedangkan bila uang muka 30 persen-50 persen maka LTV bisa 50 persen-70 persen, dan ATMR 25 persen. Bila uang muka ≥ 50 persen maka LTV ≤ 50 persen, dan ATMR 20 persen.
OJK juga mengulirkan kebijakan seiring beroperasinya Lembaga Pengelola Investasi (LPI), maka penyediaan dana dari Lembaga Jasa Keuangan kepada Sovereign Wealth Fund (SWF) dikenakan bobot risiko 0 persen dalam perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit (ATMR Kredit) yang disamakan dengan bobot risiko Pemerintah pusat.
Kebijakan tersebut akan efektif berlaku sejak tanggal 1 Maret 2021 dengan diterbitkannya surat Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan dan Kepala Eksekutif Pengawas IKNB.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel