Bisnis.com, JAKARTA - PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk. (Adira Finance) optimistis periode 2021 bakal jadi masa pemulihan kinerja di semua lini bisnisnya.
Direktur Utama Adira Finance Hafid Hadeli mengungkapkan bahwa periode pandemi telah menggeser prioritasnya untuk lebih banyak menolong konsumen lewat restrukturisasi dan menjaga kualitas kinerja keuangan perusahaan.
"Periode 2020 tidak bisa memaksakan mengejar pertumbuhan. Tentu terjadi perubahan prioritas, di mana pada periode krisis, kami banyak membantu nasabah lewat restrukturisasi. Bahkan, mencapai sepertiga dari portofolio Adira Finance," ujarnya, Senin (22/2/2021).
Pandemi menyebabkan pembiayaan baru perusahaan pembiayaan berkode emiten ADMF ini sebesar Rp18,6 triliun atau turun 51 persen (year-on-year/yoy) dari pencapaian tahun sebelumnya. Total piutang yang dikelola perusahaan turun 20 persen (yoy) menjadi Rp44 triliun.
"Penjualan mobil dan motor nasional, yang turun masing-masing turun 44 persen dan 38 persen, membuat pembiayaan baru kita juga turun. Segmen mobil dan motor masing-masing menurun sebesar 46 persen dan 52 persen, membuat pangsa pasar ADMF pun turun masing-masing ke 4,1 persen dan 9,5 persen," jelas Hafid.
Adapun, per akhir Desember 2020, jumlah nasabah restrukturisasi ADMF telah mencapai 827.000 kontrak, atau sekitar Rp18,9 triliun, mewakili sekitar 35 persen dari piutang yang dikelola per Februari 2020.
"Tapi sejak akhir 2020, sekitar 80 persen dari nasabah direstrukturisasi telah mulai pulih dan membayar lagi kewajiban cicilannya," tambahnya.
Dari sisi keuangan, laba bersih ADMF setelah pajak dibukukan sebesar Rp1,026 triliun atau mengalami penurunan sebesar 51,4 persen (yoy).
Didorong oleh lesunya pembiayaan baru, ADMF membukukan pendapatan bunga sebesar Rp10,3 triliun atau turun 14,0 persen (yoy) dibandingkan dengan 2019, sementara beban bunga tercatat sebesar Rp4,3 triliun atau turun sebesar 9,2 persen (yoy).
Sehingga pendapatan bunga bersih Adira Finance tercatat sebesar Rp6,0 triliun, turun 17,1 persen, akibatnya margin bunga bersih Adira Finance juga menurun menjadi sebesar 12,0 persen di 2020.
Di samping itu, beban operasional turun sebesar 4,7 persen (yoy) menjadi Rp3,5 triliun. Cost of credit meningkat sebesar 13,4 persen menjadi Rp2,0 triliun, sehingga return on asset (ROA) dan return on equity (ROE) masing-masing menjadi 3,1 persen dan 13,3 persen di 2020.
"Biaya kredit perusahaan termasuk piutang pembiayaan bersama naik menjadi 6,4 persen atas total piutang yang dikelola pada tahun 2020 seiring dengan kondisi lingkungan bisnis yang terus memburuk di sepanjang 2020. Tapi, non-performing financing [NPF] kami yang sebelumnya sempat di atas 2 persen, pada akhir tahun kembali terjaga di 1,9 persen," ungkapnya.
Hafid mengungkap bahwa menghadapi tantangan baru periode 2021, pihaknya telah mempersiapkan strategi dan inisiatif untuk mengembangkan bisnis, salah satunya memperkuat dan meningkatkan pangsa pasar di semua lini bisnisnya.
Caranya, antara lain, memberikan berbagai program penjualan yang menarik bagi nasabah, memperluas usaha pada bisnis non-otomotif seperti segmen multiguna dan fee based income.
Selain itu, ADMF akan mempercepat investasi dalam digitalisasi lewat aplikasi Adiraku dan inisiatif yang berpusat pada customer centric, seperti reward Adira Poin dan menyederhanakan proses pemberian kredit.
Hingga Desember 2020, jumlah konsumen yang telah mengunduh aplikasi ini sekitar 889.000 konsumen dan jumlah konsumen yang terdaftar sekitar 399.000 konsumen.
"Dengan upaya ini, kita menargetkan pembiayaan baru di semua produk mampu meningkat minimal 20 persen sampai 30 persen, karena memang pada 2020 semuanya menurun. Kita melihat, periode 2021 ini akan menjadi masa pemulihan," jelasnya.
Sekadar informasi, portofolio produk dengan persentase terbesar ADMF masih ditopang pembiayaan motor baru sebesar 37 persen. Disusul mobil baru (22 persen), nonotomotif (18 persen), mobil bekas (15 persen), dan terakhir motor bekas (8 persen).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel