Bisnis.com, JAKARTA -- Pandemi virus corona sudah 1 tahun masuk ke Indonesia. Meski risikonya terhadap stabilitas industri perbankan tampak dapat dikelola dengan baik, tetapi kinerja positif masih belum kunjung dapat ditorehkan.
Berdasarkan catatan Bisnis, fungsi intermediasi masih berada dalam tren kontraksi hingga awal tahun ini, yakni minus 2,1 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada Januari 2021.
Pada saat virus corona diumumkan mulai masuk, pertumbuhan kredit pada Maret 2020 masih tumbuh 7,95 persen yoy atau lebih tinggi dibandingkan dengan Februari 2020, yang sebesar 5,93 persen.
Angka pertumbuhan kredit kemudian melambat mulai April 2020 ke level 5,73 persen dan terus menurun hingga ke angka minus mulai Oktober 2020 dengan kontraksi -0,47 persen yoy.
Koreksi penyaluran kredit perbankan ini terus terasa pada November 2020 ke angka -1,39 persen yoy dan akhir tahun kontraksi semakin dalam ke angka -2,41 persen yoy.
Pihak regulator pun mulai realistis dengan merevisi target pertumbuhan kredit untuk tahun ini dari 7 persen sampai 9 persen menjadi 5 persen hingga 7 persen.
Seiring dengan pelemahan permintaan, restrukturisasi kredit perbankan pun sudah mencapai Rp987,48 triliun dari 7,94 juta debitur hingga 8 Februari 2021. Posisi ini sebenarnya tak terlalu jauh dari akhir tahun lalu yang juga di kisaran Rp900 triliun.
Sektor UMKM mencapai 6,15 juta debitur dengan nilai Rp388,33 triliun. Sementara non-UMKM mencapai 1,79 juta debitur dengan nilai Rp599,15 triliun. Restrukturisasi perusahaan pembiayaan hingga 8 Februari sudah mencapai Rp193,5 triliun untuk 5,04 juta kontrak yang disetujui.
Untuk mendongkrak kinerja perbankan, pemerintah, BI, dan OJK memberi banyak insentif, mulai dari pajak, suku bunga acuan, kebijakan down payment, hingga perhitungan ATMR pada awal tahun ini.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi sebelumnya mengakui akselerasi kinerja awal tahun 2021 tampak cukup berat bagi industri perbankan di tengah pandemi yang belum reda.
Kinerja ekonomi diperkirakan baru pulih pada kuartal ketiga tahun ini, sehingga dapat menstimulasi akselerasi fungsi intermediasi lebih kuat setelahnya. Perseroan pun tetap akan melakukan penyaluran selektif pada tahun ini.
Namun, dia memastikan bahwa Bank Mandiri tetap menjadikan peran intermediasi perseroan sebagai prioritas utama untuk meningkatkan kembali permintaan masyarakat dan memulihkan ekonomi nasional.
Petugas teller menata uang rupiah di salah satu cabang Bank Mandiri di Jakarta, Rabu (19/2/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
"Untuk pertumbuhan kredit kami prediksikan bisa positif pada tahun ini di single digit," katanya.
Dia menyampaikan perseroan akan memaksimalkan integrasi di bisnis wholesale dan meningkatkan kinerja di sektor dan wilayah yang mulai menunjukkan perbaikan kinerja. Perseroan juga akan memanfaatkan pemutakhiran core banking untuk membantu percepatan kinerja operasional.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. Jahja Setiaatmadja menyampaikan permintaan kredit dari pelaku usaha masih belum terlalu kuat.
Namun, dia menyampaikan perseroan akan tetap berupaya untuk mendukung upaya-upaya pemerintah dan otoritas untuk dapat mempercepat tren pemulihan ekonomi nasional.
Dia melanjutkan perseroan memiliki dana masyarakat termurah dan terus berupaya meringankan beban pelaku usaha melalui restrukturisasi dan penurunan suku bunga kredit.
Namun, Jahja menyampaikan suku bunga kredit yang rendah tidak akan terlalu kuat meningkatkan fungsi intermediasi.
"Kredit ke pelaku usaha bergantung pada mereka bisa berbisnis normal atau tidak. Suku bunga kredit modal kerja murah, tetap tidak ditarik kalau tidak butuhkan," sebutnya.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Sunarso menyampaikan tantangan perbankan saat ini adalah bagaimana mengoptimalkan likuiditas yang ada dalam bentuk kredit sehingga LDR bisa meningkat menjadi 90 persen.
Namun, Sunarso berpendapat suku bunga kredit yang rendah belum tentu pula dapat serta merta meningkatkan pertumbuhan kredit bank.
Dalam penjelasannya dia mencontohkan saat suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) masih 22 persen, pertumbuhan kreditnya bisa mencapai dua digit atau 20-an persen juga.
Namun, ketika suku bunga KUR diturunkan menjadi 15 persen dan bahkan disubsidi lagi oleh pemerintah hingga masyarakat hanya membayar suku bunga 7 persen saja, pertumbuhannya tidak setinggi sebelumnya.
Maka kemudian dilakukan riset faktor apa yang akan mendorong kredit, terutama saat ini. Menurut Sunarso, ternyata dari semua variabel, yang paling elastis terhadap pertumbuhan kredit ada dua, satu konsumsi rumah tangga dan kedua purchasing power atau daya beli.
"Kalau begitu maka kebijakannya ditambah lagi kalau bank sentral buat kebijakan menurunkan atau lowering interest rate,” ujar Sunarso.
Di luar UMKM, dia menyampaikan perseroan juga akan tetap mengoptimalkan permintaan kredit korporasi. Namun, pengembangan segmen ini ditujukan untuk debitur korporasi yang memiliki rantai pasok dengan UMKM.
"BRI pun melihat prospek kredit segmen korporasi pada tahun 2021 relatif masih besar, antara lain melalui sektor infrastruktur khususnya Proyek Strategis Nasional (PSN) dan agribisnis," imbuhnya.
Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro menyampaikan potensi pembalikan kinerja kredit pada awal tahun masih kecil. Secara general, kinerja ekonomi masih dipenuhi perspektif wait and see.
"Masih belum akan kuat karena bagaimana pun, pertumbuhan kredit ini membutuhkan prospek kinerja yang baik sebelum naik secara agresif. Beberapa sektor sudah mulai pulih, tetapi secara keseluruhan masih cukup belum kuat," katanya.
Dia menjelaskan pelaku usaha saat ini lebih mendapat dorongan optimisme yang cukup baik dari sektor pertambangan dan komoditas sawit.
Karyawan melayani nasabah di salah satu kantor cabang Bank Mandiri, di Jakarta, Senin (9/1)./JIBI-Nurul Hidayat
Pertumbuhan ekonomi di China dan India mendorong permintaan komoditas batu bara, nikel dan sawit. Namun, Ari berpendapat kebutuhan tersebut baru sebatas modal kerja sehingga ekspansi kredit masih belum akan terlalu kuat pada awal tahun ini.
Selanjutnya, sektor perdagangan, hotel dan restoran juga masih belum akan membutuhkan kredit. Sektor ini melakukan pelunasan yang cukup agresif sejak tahun lalu seiring dengan tingkat okupansi yang rendah.
"Belanja masyarakat kelas menengah atas juga belum begitu kuat. Kalau ada peningkatan, baru sekadar untuk pembiayaan modal kerja atau bahkan menggunakan tabungan giro yang ada," sebutnya.
Ari berharap insentif pajak untuk konsumsi properti perumahan dan kendaraan bermotor dapat membuat kepercayaan masyarakat meningkat.
"Jika memang berdampak maka industri otomotif juga kan mulai melakukan operasional lagi. Namun, tetap untuk kebutuhan modal kerja guna memenuhi kapasitas produksinya," sebutnya.
Setali tiga uang, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Moch. Amin Nurdin berpendapat kondisi ekonomi masih berat untuk mengakselerasi fungsi intermediasi.
"Beberapa perbaikan memang sudah cukup terlihat untuk kredit investasi, tetapi ini sifatnya tidak besar dan masih akan temporer di awal tahun. Bahkan, kredit baru akan mulai positif di semester kedua tahun ini," sebutnya.
Dia menjelaskan perbankan masih belum melihat potensi perbaikan kinerja yang menjanjikan sehingga menahan penurunan suku bunga dan ekspansi fungsi intermediasinya. Meski nampak baik, kualitas kredit juga masih menjadi perhatian utama bagi perbankan tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel