Ada Pandemi, Bali Bisa Naikkan Volume Ekspor Biji Kakao

Bisnis.com,03 Mar 2021, 09:52 WIB
Penulis: Ni Putu Eka Wiratmini
Perbandingan kualitas biji kakao yang buruk dan baik./Bisnis-Rachman

Bisnis.com, DENPASAR — Volume ekspor biji kakao Bali mengalami peningkatan hingga 166,67 persen secara tahunan (year on year/YoY) selama 2020. Padahal, selama 2020, perekonomian dunia dihadapkan dengan pandemi Covid-19.

Dari data pada sistem perkarantinaan, IQFAST Barantan tercatat volume ekspor biji kakao Denpasar meningkat seiring pengakuan kualitasnya oleh pasar internasional. Tercatat pada 2020, volume ekspor biji kakao mencapai 26 ton, naik 166,67 persen dibandingkan tahun lalu yang hanya sebanyak 7,5 ton saja.

Sementara itu, realisasi ekspor biji Kakao Bali per Februari 2021 mencapai 2 ton. Pada Selasa (2/3/2021) sebanyak 1 ton biji kakao organik fermentasi milik Koperasi Kerta Semaya Samaniya (KKSS) yang berlokasi di Jembrana Bali telah diperiksa oleh pejabat Karantina Pertanian Denpasar sebelum dikirim ke Jepang.

Kepala Karantina Pertanian Denpasar I Putu Terunanegara mengatakan, dengan menerapkan pengolahan pascapanen melalui teknik fermentasi, petani kakao asal Jembrana, Bali berhasil memperoleh biji kakao dengan kualitas yang mampu menembus pasar internasional. Biji kakao asal Bali juga memiliki keunggulan dari daerah lain karena dipelihara secara organik tanpa pestisida dan pengolahan pasca panennya menggunakan teknik fermentasi.

"Meskipun butuh waktu agak lama namun teknik fermentasi menghasilkan kakao yang memiliki aroma khas,” katanya seperti dikutip dalam rilis, Rabu (3/3/2021).

Menurutnya, teknik pemeliharaan kakao Bali menjadi nilai lebih sehingga pihaknya optimistis ekspornya dapat merambah ke negara-negara baru. Dengan adanya pendampingan ekspor dari Karantina Pertanian Denpasar, diharapkan adanya sinkronisasi antara permintaan pasar yang semakin meluas dengan peningkatan produksi di petani.

“Saat ini selain Jepang, biji kakao Bali sudah menembus pasar mancanegara seperti Amerika Serikat, Malaysia, Singapura, Jerman, Francis, Belanda, Austria dan Swiss,” sebutnya.

Terpisah, Kepala Badan Karantina Pertanian Ali Jamil pada saat ditemui di kantornya mengatakan Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar nomor tiga di dunia. Namun memiliki kuantitas besar belum tentu memiliki kualitas yang bagus, karena pengolahan pasca panennya masih belum sesuai dengan standar negara tujuan.

“Dengan terobosan dari petani Jembrana semoga bisa mendorong permintaan ekspor kakao kita," sebutnya.

Jamil menuturkan komoditas asal sub sektor perkebunan ini menjadi salah satu fokus komoditas yang masuk dalam program upaya peningkatan ekspor pertanian dalam kerangka Gerakan Tiga Kali Lipat Ekspor Pertanian

Sebagai informasi, secara nasional total nilai ekspor Kakao mencapai Rp336,8 miliar pada 2019 dan meningkatkan signifikan sebesar Rp 831,9 miliar pada 2020.

“Hal ini merupakan angin segar untuk petani kakao karena harga biji kakao dunia semakin meningkat. Ke depan selain biji kakao, harapan kami ekspor produk turunannya juga dapat meningkat," sebutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Miftahul Ulum
Terkini