Survei: 2 Juta Anak Indonesia Terancam Jatuh Miskin Jika Bansos Dihentikan

Bisnis.com,04 Mar 2021, 21:10 WIB
Penulis: Dany Saputra
Warga beraktivitas di permukiman semi permanen di Kampung Kerang Ijo, Muara Angke, Jakarta, Selasa (22/1/2019)./ANTARA-Aprillio Akbar

Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah 2,1 juta anak Indonesia akan jatuh ke dalam kemiskinan apabila bantuan sosial dihentikan pada 2021.

Deputi Direktur The SMERU Research Institute Athia Yumna menjelaskan bahwa 75,3 persen rumah tangga yang memiliki anak di Indonesia mengalami penurunan pendapatan khususnya, bagi yang tinggal di perkotaan.

Maka itu, Athia menekankan bahwa penghentian bansos di 2021 dapat menyebabkan 2,1 juta anak Indonesia jatuh miskin.

“Walau bukan jadi wajah pandemi dan relatif terhindar dari virus, mereka [anak-anak] kehilangan banyak hal. Hilangnya pendapatan keluarga, hilangnya pembelajaran, kesehatan, dan risiko lainnya,” terangnya dalam Webinar Peluncuran Laporan ‘Analisis Dampak Sosial dan Ekonomi Pandemi Terhadap Rumah Tangga Indonesia’, Kamis (4/3/2021).

Dalam laporannya, Athia menyebut bahwa bansos dari kementerian/lembaga telah menjangkau 85 persen masyarakat. Sebanyak 51 persen menerima bantuan berbentuk tunai.

Rumah tangga yang mendapatkan bansos menggunakan uang tunai tersebut untuk membeli makanan sehari-hari, membayar tagihan listrik serta air, dan membeli pulsa.

Meski begitu, 1 dari 3 rumah tangga termiskin yang tinggal di perkotaan tidak menerima bantuan tunai pada Oktober dan November 2020.

Sejumlah rekomendasi turut disampaikan kepada kementerian/lembaga terkait. Terutama, dukungan terhadap anak-anak terdampak pandemi Covid-19 dengan memberikan perlindungan sosial, bantuan peningkatan gizi, dan mendukung pembukaan sekolah tatap muka secara bertahap.

Laporan hasil kerja sama antara Unicef, UNDP, Australia-Indonesia Partnership for Economic Development, dan The SMERU Research Institute ini merupakan hasil studi yang dilakukan selama Oktober–November 2020. Studi menggunakan sampel sebanyak 12.000 rumah tangga yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, secara representatif.

“Yang berbeda [dari studi ini] adalah penelitian dan survei mewakili apa yang terjadi di negeri ini. Angka-angka memberikan gambaran riil di akar rumput dengan mendengarkan pengalaman mereka,” jelas Athia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hafiyyan
Terkini